Pertamina

Perhatian! Indonesia Petroleum Association Tetap Menunggu Penjelasan tentang Pajak Karbon

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, ruangenergi.com- Sejak diluncurkan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2024 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon dari awal tahun 2024 hingga kuartal pertama tahun yang sama, membuat para petinggi migas yang tergabung dalam Indonesia Petroleum Association (IPA) menantikan penjelasan secara gamblang dari Pemerintah Indonesia tentang pajak karbon.

Termasuk juga di dalamnya, para petinggi IPA masih belum membahas tentang harga dari carbon capture storage dan carbon capture utilization and storage (CCS-CCUS).

“Mengenai harga belum kami bicarakan. Soal pajak carbon, kami juga masih menunggu penjelasan pemerintah, dalam hal ini Kemenkeu,” kata Direktur Eksekutip IPA Marjolijn Majong dalam bincang santai virtual bersama ruangenergi.com, Jumat (07/03/2024), di Jakarta.

Salah satu petinggi di institusi migas yang enggan disebut namanya, bercerita ke ruangenergi.com, bahwa CCS-CCUS ini ‘barang baru’ yang masih terus-menerus mereka pelajari.

“Kami menunggu turunan peraturan sejak Perpres CCS-CCUS diterbitkan. Hingga kini, kami belum tahu bagaimana menghitung harga CCS-CCUS. Ini yang masih jadi dilema buat kami,” ungkap pejabat itu bercerita dengan nada sedih.

Dalam catatan ruangenergi.com, untuk mendukung program Carbon Capture Storage (CCS), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan angka Potensi Penyimpanan Karbon Nasional Tahun 2024. Potensinya sebesar 572 miliar ton CO2 pada saline aquifer, dan sebesar 4,85 miliar ton CO2 pada depleted oil and gas reservoir. Potensi penyimpanan yang besar tersebut akan cukup signifikan dalam mendukung target penurunan emisi jangka panjang.

“Perhitungan potensi penyimpanan karbon pada saline aquifer sekitar 572 miliar ton itu skalanya ‘cekungan migas’. Kalau perhitungan potensi pada depleted oil and gas reservoir sekitar 4,85 miliar ton itu skalanya sudah ‘lapangan migas’,” ungkap Kepala Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS Ariana Soemanto di Jakarta, Minggu (25/2).

Lebih lanjut Ariana menjelaskan, potensi penyimpanan karbon pada saline aquifer sebesar 572 miliar ton CO2 dilakukan melalui perhitungan dengan kriteria, antara lain potensi berada pada cekungan migas yang telah berproduksi, kedalaman 800-2.500 meter, ketebalan lebih dari 20 meter, porositas lebih dari 20%, permeabilitas lebih dari 100 mD, dan dan salinitas air formasi lebih dari 10.000 ppm.

Potensi penyimpanan karbon pada saline aquifer sebesar 572 miliar ton merupakan high level assessment untuk kepentingan strategis. Selanjutnya, untuk meningkatkan keyakinan atas potensi tersebut perlu dilakukan berbagai aktifitas migas lebih lanjut antara lain seismik, studi/pemodelan geologi geofisika reservoir, pemboran, rencana pengembangan lapangan termasuk studi keekonomian.

Ariana pun menegaskan bahwa kesiapan Indonesia dalam program dekarbonisasi melalui CCS dan Carbon Capture Utilzation and Storage (CCUS) cukup progresif.

“Terkait CCS dan CCUS, regulasi mulai dari Peraturan Presiden, Peraturan Menteri ESDM, hingga Pedoman tata kerja sudah ada. Peta Potensi penyimpanan karbon juga sudah ada. Selain itu, sebagaimana diketahui implementasi proyek yang paling dekat yaitu Proyek CCUS Tangguh dengan target selesai tahun 2026,” tambahnya.