Perkenalkan Ini Ya Masyarakat Ketahanan Energi Indonesia (MKEI) Berkiprah di Hulu Migas Indonesia

Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com- Sebagai sebuah entitas baru dan independen, Masyarakat Ketahanan Energi Indonesia (MKEI) akan menyusun skala prioritas guna menciptakan hubungan yang harmonis antara K3S dan masyarakat sekitar.
Dalam konsep ketahanan energi, penerimaan masyarakat terhadap proyek energi dikenal sebagai acceptability. Masyarakat yang menerima keberadaan eksploitasi energi akan menciptakan iklim operasional yang kondusif.
“Setiap wilayah kerja tentu memiliki tantangan tersendiri. Namun, upaya kita adalah meminimalkan hambatan tersebut demi kelancaran operasi dan peningkatan produksi migas nasional,”kata Ketua Umum MKEI, Awaf Wirajaya dalam siaran pers yang diterima Senin (30/06/2025), di Jakarta.
MKEI, lanjut Awaf, hadir sebagai penggerak utama dalam mewujudkan ketahanan energi nasional yang berkeadilan, berkelanjutan, dan berdaulat. Sektor hulu migas merupakan indikator penting dalam ketahanan energi, khususnya pada aspek ketersediaan energi (availability). Produksi hulu migas Indonesia terus mengalami penurunan, dengan rata-rata hanya mencapai 580 ribu barel per hari pada tahun 2025.
Menurut Awaf, MKEI menyampaikan untuk menyiasati tren penurunan produksi ini, MKEI berinisiatif menjajaki potensi kolaborasi dengan para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) agar dapat berkontribusi secara tidak langsung dalam meningkatkan produksi nasional.
Pada minggu ketiga dan keempat bulan Juni, MKEI berdiskusi dengan tiga K3S yang mewakili perusahaan BUMN, swasta nasional, dan internasional, yaitu Pertamina Hulu Energi (PHE), Harbour Energy, dan Energi Mega Persada (EMP).
PHE merupakan entitas subholding upstream dari Pertamina (Persero). Harbour Energy adalah perusahaan asal Inggris dengan wilayah kerja di Meksiko, Argentina, Norwegia, Inggris, Jerman, Afrika Utara, dan Asia Tenggara.
Sementara itu, EMP merupakan anak usaha Bakrie Group dengan wilayah kerja di Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Mozambik.
Hasil diskusi mengungkap berbagai tantangan di wilayah kerja masing-masing perusahaan, seperti pembebasan lahan, penolakan eksploitasi sumber daya alam, isu tenaga kerja lokal, pemblokiran akses lokasi, demonstrasi, hingga kecemburuan terhadap program CSR prioritas.
Dengan memetakan kendala dari tiap wilayah kerja, MKEI membuka peluang untuk bermitra dengan perusahaan-perusahaan.
“Silaturahmi dan diskusi ini membuka peluang bagi MKEI untuk bermitra dengan perusahaan-perusahaan dalam menyusun solusi atas tantangan di wilayah kerja,” tutup Awaf Wirajaya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *