Jakarta, Ruangenergi.com – Sekretaris Jenderal Perhimpunan Mahasiswa Pertambangan (Permata) Indonesia M Arsyad Hanafi meminta perusahaan tambang di Maluku Utara untuk menyerap pekerja maupun ahli tambang dari lokal atau daerah.
Hal ini dikatakan Sekjen di sela-sela pembukaan TIMTI XVII dan Presidium II Permata Indonesia yang dirangkaikan dengan seminar di Royal Function Hall Ternate, Senin (20/2) yang dikutip di Jakarta, Selasa.
“Kegiatan di Ternate dihadiri oleh 50 himpunan se-Indonesia. Permata Indonesia ini berdiri tahun 1992, sudah cukup lama. Sesuaikan dengan tema yang ada, kami Permata melihat bahwa saat ini yang menjadi sorotan adalah hilirisasi nikel, emas dan terbaru saya ikut seminar nasional itu tentang mineral strategis dan segala macam,” kata dia.
Menurut Arsyad, dunia tambang itu kompleks ada dampak baik dan dampak buruk. Namun yang menjadi sorotan utama Permata Indonesia adalah dampak lingkungan disebabkan oleh pertambangan. Untuk itu pihaknya membutuhkan data dan fakta yang ada di lapangan. Di momentum kali ini, Arsyad mengajak delegasi untuk menyoroti soal bagaimana dampak lingkungan yang terjadi di Maluku Utara.
“Jadi bagaimana kita mengawasi perusahaan tambang khususnya di Maluku Utara maupun di seluruh Indonesia untuk menjalankan pertambangan sesuai penerapan kaidah pertambangan baik,” kata Arsyad dalam kegiatan bertajuk “Strategi Industri Pertambangan dalam Menghadapi Tantangan Zaman Era 5.0 dan Mendukung Pembangunan Berkelanjutan Menuju Indonesia Emas 2045” ini.
“Tentunya, melihat dari segi Amdal dan tanggung jawab mereka untuk melakukan reklamasi maupun tanggung jawab sosial karena jangan sampai ada tambang tapi masyarakat lingkar tambang nggak berkembang. Itu menjadi PR kita ke depan,” sambungnya.
Ia juga berharap, di Maluku Utara akan hadir Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas untuk pertambangan.
“Mudah-mudahan dengan kegiatan ini bisa mendongkrak hal itu. Pada kesempatan ini hadir pula perwakilan dari Kantor Gubernur Maluku Utara dan Wali Kota Ternate dan saya sampaikan ke mereka, bahwa ke depan kita akan kerja sama bagaimana program yang ada ini untuk kolaborasi mahasiswa dengan pemerintah guna meningkatkan SDM di Maluku Utara,” paparnya.
Lebih jauh ia mengatakan, bahwa perusahaan besar dalam membuka tambang butuh perjuangan besar seperti Amdal, reklamasi, di mana sebelum melakukan operasi mereka telah memikirkan hal seperti itu dulu.
“Namun yang menjadi persoalan utama di Maluku Utara itu penambangan ilegal. Mereka berpikir gali sendiri tanpa memikirkan aspek keselamatan kerja, itu menjadi sorotan kami,” tutup Arsyad.(SF)