Jakarta, Ruangenergi.com – PT Pertamina (Persero) menyatakan pihaknya telah mempertimbangkan rencana pembelian Liquified Natural Gas (LNG) dari Mozambique.
Hal tersebut mendapat sorotan dari pengamat energi sekaligus Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan.
Dirinya meminta agar Pertamina dapat melakukan renegosiasi kembali terhadap rencana tersebut, mengingat pasokan tersebut juga akan dimulai pada 2024 atau 2025 mendatang.
Menurutnya, terkait kontrak Pertamina dengan Anadarco Petroleum Corporation terhadap pembelian LNG dari Mozambique, murni dilakukan berdasarkan Business to Business (B to B) perusahaan.
“Seperti yang disampaikan dengan Bu Dirut Pertamina (Nicke Widyawati) bahwa Pertamina dalam melakukan kontrak B to B ini berdasarkan kajian yang lakukan oleh Neraca Gas Indonesia (NGI) yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM yaitu pada tahun 2011. Di mana disitu disampaikan pada tahun 2025 kita akan mengalami defisit neraca gas. Atas dasar itu, makanya Pertamina harus berfikir bagaimana tetap menjaga keberlangsungan gas di dalam negeri,” jelas Mamit, (09/02).
Ia menambahkan, Pertamina memilih menjaga pasokan gas dengan melakukan kegiatan impor. Di mana ini merupakan salah satu cara dalam memenuhi kebutuhan gas nasional.
“Berdasarkan data kajian tersebut sudah sangat jelas, Indonesia pada tahun 2025 akan mengalami defisit neraca gas yang cukup besar. Pastinya hal ini akan sangat menggangu sekali terkait dengan kebutuhan gas di dalam negeri,” tuturnya.
Sebagaimana diketahui bahwa saat ini Pertamina dalam program RDMP (Refinery Development Master Plan) dan GRR (Grass Root Refinery) akan mengalami peningkatan volume gas sebesar 6,4 juta ton per tahun. Di mana pada tahun 2025 untuk kebutuhan kilang eksisting program RDMP dan GRR.
Selain itu, lanjut Mamit, Pertamina mempunyai komitmen untuk memenuhi LNG domestik yang diperoleh berdasarkan perhitungannya hanya sampai tahun 2023, dan Pertamina tidak memiliki jaminan atas alokasi volume LNG gas domestik yang secara prinsip dimiliki oleh pemerintah.
Sehingga Pertamina memerlukan jaminan kepastian suplai gas untuk proyek RDMP dan GRR yang kedepannya salah satu syarat dari proyek tersebut. Untuk itu, Pertamina perlu berfikir bagaimana bisa melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan LNG kedepannya.
“Jika bicara kajian, saya kira berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Kementerian ESDM, pertamina melakukan pembelian LNG dari Mozambique bukan dalam waktu yang dekat, akan tetapi dari tahun 2013 sudah melakukan negoisasi, dan 2014 sudah melakukan head of agreement, dan pada tahun 2017 melakukan renegoisasi, puncaknya pada 2019 mereka melakukan LNG SPA (Sales Purchase Agreement) yang ditandatangani pada tanggal 13 Febuari 2019,” papar Mamit.
Mamit menegaskan kembali, bahwa ini bukan suatu yang mendadak, akan tetapi sudah dipertimbangkan dan ini bagian dari rencana bisnis Pertamina terkait dengan kondisi LNG domestik di tahun 2025.
Ia mengakui, harga LNG Mozambique jauh lebih murah untuk jangka panjang dibandingkan dengan kontrak yang lain yang dilakukan oleh Perusahaan Pelat Merah tersebut.
Selain itu, Pertamina juga mendapatkan proteksi yang kompetitif saat terjadi defisit di pasar LNG atau diberikan proteksi untuk suplai jaminan.
Kemudian, katanya, ada juga fleksibilitas, di mana menurut Pertamina ini sangat menguntungkan terkait SPA yang ditandatangani. Serta ada juga jaminan suplai yang diberikan oleh Mozambique terkait suplai LNG ini.
Juga ada peluang kerja sama yang dilakukan antara Pertamina dengan LNG Mozambique, seperti investasi kapal, participating interest investasi hulu ataupun infrastruktur.
“Saya kira apa yang dipersiapkan Pertamina dalam rangka mempertimbangkan kelangkaan LNG di 2025 kerjasama dengan Mozambique adalah hal yang cukup bagus. Ini sangat baik sekali dalam menjaga ketahanan energi nasional kita,” beber Mamit.
Lalu, imbuh Mamit, pada tahun 2020 wabah Pandemi Covid-19 berkembang dengan cepat dan cukup menggangu kebutuhan LNG.
“Saya kira Pertamina harus melakukan kajian, bahkan melakukan kembali renegoisasi terkait dengan SPA yang sudah ditandatangani dengan Mozambique pada tanggal 13 Febuari 2019 lalu,” terang Mamit.
Menginat delivery LNG akan dilakukan pada tahun 2024 ataupun 2025 yang akan datang. Mamit mengatakan, Pertamina masih memiliki banyak waktu untuk melakukan renegosiasi kembali.
“Harusnya tidak ada yang dirugikan lah ya, karena ini baru SPA, untuk jangka waktu yang cukup Panjang dan lama. Saya kira Pertamina harus melakukan revisi atau kajian terhadap SPA tersebut,” ujarnya.
Lebih jauh, mamit mengungkapkan, sejauh ini belum ada gugatan yang dilayangkan Mozambique terhadap Pertamina, sebab ini murni B to B antara Pertamina dengan Anadarco.
“Dan saya kira saat ini belum ada gugatan dari Mozambique kepada Pertamina karena murni ini B to B antara Pertamina dengan Anadarco. Mungkin ada pihak-pihak yang berupaya menghembuskan isu ini untuk lebih besar lagi dan menjatuhkan Pertamina,” tandas Mamit.