Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com— Peta panas eksplorasi migas Indonesia memasuki babak baru. Wilayah-wilayah potensial yang selama ini perawan—disebut open area—kini jadi rebutan para raksasa energi dunia.
Di barisan terdepan, Petronas dari Malaysia sudah bergerak cepat dengan studi seismik dan pemetaan di Papua Barat dan Cekungan Aru. Targetnya? Mengamankan potensi gas raksasa yang bisa mengubah peta pasokan energi kawasan.
Sementara itu, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) tancap gas memburu cadangan baru di Matindok, East Natuna, Teluk Bone, hingga Pulau Seram. Mengandalkan teknologi mutakhir seperti Full Tensor Gradiometry (FTG) dan survei seismik 2D/3D, Pertamina siap menggebrak baik di dekat lapangan lama maupun di area frontier yang belum tersentuh.
Tak kalah sengit, investor global juga antre masuk. Data SKK Migas menunjukkan dalam tiga tahun terakhir, open area telah menyedot investasi US$300 juta (Rp5,05 triliun). Lebih dari 40 perusahaan asing—termasuk EnQuest (Inggris), SK Earthon & Posco (Korsel), dan Woodside Energy (Australia)—sudah memanaskan mesin, menunggu tanda tangan kontrak di ajang IPA Convex 2025.
Dengan modal jumbo, teknologi kelas dunia, dan dukungan pemerintah, open area Indonesia diprediksi jadi arena pertarungan migas paling panas dalam dekade ini.