Jakarta, Ruangenergi.com – Direktur Eksplorasi dan Pengembangan Pertamina Geothermal Energy (PGE), Rachmat Hidayat menyatakan. Indonesia punya peluang besar mengoptimalkan kekayaan panas bumi atau geothermal secara ekonomis di tengah kampanye transisi energi.
“Saya percaya dunia mau menuju ke energi bersih, jadi peluang (geothermal) juga semakin besar,” kata Direktur Eksplorasi dan Pengembangan PGE Rachmat Hidayat melalui keterangan tertulisnya yang dikutip di Jakarta, Selasa (31/1/2023).
PGE menyebutkan potensi panas bumi makin dilirik sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar fosil. Dalam konteks itu, Indonesia diuntungkan karena memiliki harta karun berupa potensi panas bumi yang melimpah.
Mengutip data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sumber daya panas bumi Indonesia ditaksir mencapai 23.965,5 megawatt (MW) atau sekitar 24 gigawatt (GW), nomor dua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat.
“PGE merupakan salah satu perusahaan geothermal terbesar di dunia. Kapasitasnya 2,3 gigawatt, di mana hampir 82 persen berasal dari PGE. Ada yang dilakukan sendiri dan ada yang dilakukan oleh partner PGE,” klaim Rachmat.
Sementara, berdasarkan laporan keuangan per 2021, pendapatan PGE tercatat sebesar 369 juta dolar AS atau setara dengan Rp 5,71 triliun (asumsi kurs Rp 15.500 per dolar AS). Geothermal, merupakan suplai energi terbaik untuk PLN. Hal itu bisa dibuktikan ketika terjadi pemadaman.
“Geothermal itu singkat ketika pengisian. Tidak seperti batu bara yang membutuhkan waktu lama, geothermal bisa langsung dan stabil. Jadi tidak ada intermiten, tidak mengenal siang dan malam,” kata Rachmat.
Selain listrik, ia menjelaskan geothermal juga memiliki banyak produk turunan yang dapat dimanfaatkan dalam keseharian, mulai dari agro wisata, mineral “silica” untuk produk kecantikan hingga “green amonia” sebagai bahan bakar tanpa karbon.
Saat ini, PGE memiliki sebaran wilayah kerja di tiga pulau, yakni Sumatera (Medan, Bengkulu, Lampung, dan Sumatera Selatan) serta Jawa Barat dan Sulawesi.
“Harapannya ketika dibuka tender lain, PGE juga bisa hadir di daerah timur Indonesia,” ucapnya.
Adapun pilar bisnis PGE saat ini, lanjut dia, masih bertumpu pada beberapa wilayah kerja “existing”. Namun, PGE ke depan akan terus berekspansi dengan mengembangkan ke area baru.
“PGE juga belajar ‘bioelectricity’ supaya makin variatif. Semoga momentum dan peraturannya semakin ada dan jelas supaya peluang bisnisnya bertambah besar,” tuturnya.
Sedangkan soal pendanaan, ia mengatakan PGE tidak mengalami hambatan berarti. PGE itu ‘cash low’ dan selalu memiliki biaya yang cukup. Pembiayaan PGE datang dari internal, eksternal, dan multinasional.
“Kendati demikian masih ada sederet tantangan yang dihadapi PGE, terutama dalam hal peningkatan kapasitas produksi dan daya serap geothermal yang dihasilkan,” ujarnya.
“Tantangan PGE adalah meningkatkan kapasitas dengan masif untuk penyerapannya. Ada beberapa daerah yang ‘demand’-nya masih kuat, untuk pulau Jawa ‘supply’-nya juga oke. Sebagai pengusaha, kami optimis mencari celah-celah yang bisa dimanfaatkan,” pungkasnya.(Red)