PHR Regional 1 Sumatra, Katalis Baru Peningkatan Nilai Ekonomi Hulu Migas Nasional

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com – PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) kembali mencuri perhatian pelaku industri hulu migas dengan langkah strategisnya yang bukan hanya memperkuat operasional, tetapi juga mempercepat kontribusi ekonomi sektor migas terhadap pertumbuhan nasional. Melalui pembentukan Regional 1 Sumatra, PHR menegaskan posisinya sebagai motor penggerak nilai tambah migas nasional dari sisi hulu.

Penggabungan tiga zona utama—Zona 1, Zona Rokan, dan Zona 4—ke dalam satu entitas Regional 1 Sumatra yang mencakup wilayah dari Aceh hingga Sumatra Selatan, menjadi langkah konsolidasi bisnis yang ditujukan untuk mengoptimalkan integrasi rantai nilai hulu migas, mengurangi tumpang tindih operasi, serta mempercepat pengambilan keputusan strategis di lapangan.

“Kami membangun sistem kerja yang lebih efisien sekaligus memperkuat posisi kami dalam menjaga ketahanan energi nasional,” ungkap Eviyanti Rofraida, Corporate Secretary PHR.

Sejak alih kelola Wilayah Kerja Rokan pada Agustus 2021, PHR telah menyumbangkan Rp115,79 triliun ke kas negara hingga akhir 2024. Ini mencakup pendapatan migas, pajak penghasilan, pajak daerah, hingga penghargaan dari Kementerian Keuangan dan pemda. Nilai ini menjadikan PHR sebagai pemain sentral dalam mendongkrak penerimaan negara dari sektor energi.

Sementara itu, kinerja nasional hulu migas terus menunjukkan tren positif. SKK Migas melaporkan bahwa lifting minyak per Juni 2025 telah mencapai 578 ribu barel per hari (95,5% dari target APBN), sementara produksi gas mencapai 6.820 MMSCFD—melebihi target APBN sebesar 5.628 MMSCFD. Secara total, produksi migas nasional tercatat sebesar 1,797 juta BOEPD (111,6% dari target).

Dari sisi investasi, sektor hulu migas mencatatkan kenaikan signifikan sebesar 28,6%, menembus angka Rp118 triliun, disertai penerimaan negara sebesar Rp95,26 triliun, atau 45,1% dari target tahun berjalan.

“Dengan tren ini, kami yakin target 1.610 MBOEPD akan tercapai tahun ini,” ujar Djoko Siswanto, Kepala SKK Migas.

Namun lebih dari sekadar capaian operasional, keberadaan PHR juga mengakselerasi efek ekonomi berganda di daerah operasi. Studi yang dirilis dalam buku Multiplier Effect Industri Hulu Migas menunjukkan bahwa setiap USD 1 juta investasi di sektor ini dapat mendorong pertumbuhan PDB sebesar USD 1,4 juta serta menciptakan nilai produksi barang/jasa hingga USD 1,5 juta. Sepanjang 2023, investasi USD 5,35 miliar di sektor ini menciptakan pendapatan bruto sebesar USD 8,93 miliar.

Di Provinsi Riau, yang menjadi wilayah utama operasi PHR, Dana Bagi Hasil (DBH) Migas mencapai Rp4,6 triliun, memperkuat APBD dan menopang pembangunan infrastruktur. Bahkan, kontribusi sektor ini terhadap Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menyumbang hampir 50% dari total PBB nasional.

Efek domino lainnya terlihat pada pertumbuhan sektor hilir dan industri penunjang seperti petrokimia, pupuk, plastik, dan farmasi. Penyerapan tenaga kerja lokal naik 35%, dan kontribusi industri ini terhadap perekonomian lokal menyentuh 60,5%. Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pun mencapai 64,7% pada 2022—melewati target nasional 57%.

Dalam konteks bisnis, sinergi antara efisiensi operasional, peningkatan produksi, efek ganda ekonomi, serta komitmen terhadap konten lokal menjadikan PHR Regional 1 Sumatra sebagai model integrasi bisnis hulu migas yang inklusif, scalable, dan berkelanjutan.

Bagi pelaku industri, langkah PHR merupakan sinyal kuat bahwa investasi di sektor ini tidak hanya memberikan return tinggi bagi negara, tetapi juga menciptakan iklim usaha yang sehat bagi kontraktor, penyedia jasa, serta pelaku industri penunjang energi lainnya.