Jakarta,ruangenergi.com-Sejumlah kerja sama strategis dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) untuk mendukung komitmen mengembangkan bisnis hijau dengan investasi besar-besaran dilakukan perusahaan plat merah ini.
Melalui Sub holding PT Pertamina Power Indonesia (PT PPI), Pertamina bertujuan untuk menjadi salah satu produsen Energi Baru dan Terbarukan (EBT) utama di Indonesia. Pertamina sudah berkomitmen untuk mengembangkan Bisnis Hijaunya dengan investasi besar-besaran. Bekerja sama dengan perusahaan global, PT PPI melakukan akuisisi dan kemitraan (kerjasama) dengan perusahaan EBT yang sudah ada, hal ini dimaksudkan untuk transfer knowledge dan mempercepat penetrasi bisnis EBT.
Salah satu contohnya adalah Joint Study Agreement (JSA) antara PPI dan Pondera dalam kerjasama ‘Integrated Offshore Wind Energy & Hydrogen Production Facility’. JSA ini merupakan tindak lanjut dari pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB). Kerjasama lainnya adalah JSA antara Pertamina (Persero), PEP dan Japan Oil, Gas and Metals National Corporation (JOGMEC).
Dalam kerjasama ini, Pertamina dan Jogmec berkolaborasi dalam kegiatan CO2 Injection di Lapangan Jatibarang melalui studi bersama tahap awal untuk lebih mendukung Full Field Scale CO2-EOR sebagai metode untuk meningkatkan produksi crude dan mengurangi emisi karbon dioksida di Lapangan Jatibarang, Jawa Barat.
Selain itu, Pertamina juga menjalin kerja sama dengan berbagai pihak seperti dengan ExxonMobil untuk mengkaji penerapan teknologi Carbon Capture & Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization & Storage (CCUS), juga dengan Chiyoda Corporation (Chiyoda) dalam kerja sama studi aplikasi teknologi Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS), dan produksi hydrogen.
Pertamina juga menjalin kerja sama dengan Masdar, anak usaha Mubadala dari UAE, dalam pengembangan PLTS, serta Pondera dari Belanda, dalam pengembangan PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu). Juga dengan ACWA Power Arab Saudi dalam kerja sama Pengembangan Energi Hijau.
Kerja sama dengan Perhutani terkait Nature Based Solutions, Pertamina dan Jababeka sepakat untuk melakukan kerja sama dalam identifikasi dan evaluasi pengembangan Green Industrial Estate. Pertamina dengan PT PLN (Persero), PT Pupuk Indonesia (Persero), dan PT Pertamina (Persero), juga melakukan kerjasama pengembangan Green Industry Cluster di Indonesia.
Kerja sama Pertamina dengan Inpex Corporation (Inpex) berencana menjajaki peluang pengembangan bersama pasokan Clean-LNG dan Clean-Gas dari terminal LNG Bontang. Kerja sama dengan PT Pupuk Indonesia (Persero) dan Mitsubishi Coorporation, dalam pengembangan Blue/Green Hydrogen dan Blue/Green Ammonia di Indonesia.
Kolaborasi dengan berbagai perusahaan, baik nasional maupun global, diperlukan untuk mencapai target NZE, terutama untuk mengatasi tantangan transisi energi dari sisi investasi, operasional, dan belanja modal.. Untuk memastikan implementasi dekarbonisasi, Pertamina telah mengembangkan Key Performance Indikator (KPI) pada seluruh Subholdingnya untuk mencapai target dekarbonisasi. Perencanaan jangka panjang Pertamina juga sudah sejalan dengan pengembangan Green Business dan inisiatif
dekarbonisasinya.
Pertamina mengalokasikan CAPEX sebesar 14% untuk Energi Bersih, Baru, dan Terbarukan. Komitmen Pertamina ini sejalan dengan upaya pemanfaatan sumber daya dalam negeri untuk memasok energi dalam negeri menuju pembangunan hijau dan dekarbonisasi. Ini jauh lebih tinggi dari rata-rata investasi International Oil Company di EBT sebesar 4,3%.
Pertamina menargetkan untuk meningkatkan bauran produk EBT dari 1% pada tahun 2021 menjadi 17% pada tahun 2030. Pertamina juga sudah melaksanakan program penurunan emisi yang sudah mengacu pada Indonesia Nationally Determined Contribution (NDC): Pencapaian Penurunan Emisi Pertamina 2010 – 2021 sudah mencapai 29%, mencapai target 2030 dari NDC Indonesia.
“Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kami telah menyusun roadmap untuk target net zero emission (NZE) sesuai dengan target pemerintah yaitu 2060 atau lebih cepat. Roadmap Pertamina NZE ini mencakup rencana strategis jangka panjang perusahaan yang selaras dengan aspirasi dekarbonisasi dan bisnis energi bersih dan hijau,” kata Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dikutip dari Energia-Weekly,24 Oktober 2022, edisi no. 43 tahun LVIII.
Nicke menuturkan,cara cepat pengembangan energi baru terbarukan yang ramah lingkungan adalah melalui partnership sebagai jawaban atas tiga tantangan global, yaitu teknologi, finance, dan human capital.
“Jadi partnership menjadi kunci untuk mengakselerasi pengembangan energi hijau, bisnis hijau Pertamina. Kita juga sudah bekerja sama dengan beberapa perusahaan global. Kita mulai dari existing business dengan melakukan pengembangan CCUS. Kita juga sudah berhasil menemukan satu basin dengan formasi yang potensinya mencapai 12 Giga Ton CO2 untuk storage dan bisa segera digarap. Itu baru satu lokasi. Di beberapa blok migas, kita juga sudah melakukan CO2 injection yang membuat produksi meningkat dengan sistem partnership. Kita juga masuk di bisnis-bisnis baru, seperti pengembangan hydrogen, EV battery ecosystem, dan sustainable efficient fuel. Jadi, ketika kita bicara dengan partner-partner bisnis di luar, mereka sangat tertarik untuk ikut investasi di Indonesia. Karena kita punya resources dan market. Dua hal ini belum tentu dimiliki oleh negara lain,”jelas Nicke.
Nicke mengungkapkan,memang saat ini kelihatannya gloomy dengan adanya ketidakstabilan geopolitik global. Namun hal ini harus dilihat secara positif dari sisi energi bersih. Positifnya adalah dengan harga migas yang tinggi, maka harga keekonomian energi baru terbarukan menjadi meningkat. Karena sekarang bisa jadi lebih murah. Tentu ini meningkatkan appetite investor dan menjadi momentum yang sangat baik untuk mengakselerasi EBT di Indonesia.
Pertamina,jelas Nicke lagi, berambisi menjadi Perusahaan Energi Global terkemuka dan bereputasi baik serta diakui sebagai Environmentally Friendly Company, Socially Responsible Company, and Good Governance Company. Telah menjadi komitmen Pertamina untuk menerapkan Kerangka Environment, Sustainability, & Governance (ESG) di semua lini bisnis perusahaan, untuk mendorong keberlanjutan bisnis di masa depan.
Sebagai perusahaan energi, Pertamina memiliki tanggung jawab besar untuk menjadi pilar pencapaian Net Zero Emission di Indonesia, dengan prinsip keterjangkauan dan kewajaran, affordability and fairness.
Untuk mencapai aspirasi Net-Zero, Pertamina telah mengembangkan strategi holistik yang disampaikan melalui 2 pilar dan 3 enabler. Kedua pilar utama tersebut adalah upaya dekarbonisasi dalam aktivitas bisnisnya serta pengembangan bisnis hijau yang baru.
Sedangkan 3 enabler yang akan mendukung rencana Pertamina dalam mendorong net zero emission, pertama, mengembangkan standar penghitungan karbon yang telah disetujui oleh regulasi nasional dan internasional, serta penerapan Carbon Pricing, dimulai dari internal Pertamina. Kedua, membangun organisasi keberlanjutan yang akan mengawasi bisnis Pertamina berada di jalur yang benar untuk tujuan Net Zero Roadmap. Ketiga, keterlibatan pemangku kepentingan untuk sepenuhnya mendukung target dan komitmen NZE Nasional.
Nicke bercerita, sebagaimana tertuang dalam Rencana Umum Energi Indonesia (RUEN), Indonesia menargetkan komposisi Energi Baru dan Terbarukan pada tahun 2025 mencapai 23% dari total kapasitas terpasang. Saat ini pembangkit listrik di Indonesia masih didominasi oleh Batubara dan Gas, namun seperti yang tertuang dalam komitmen NZE Indonesia pada tahun 2060, Indonesia akan mengganti penggunaan batubara dengan pembangkit listrik energi baru dan terbarukan yang sebagian besar berasal dari tenaga surya, hidro, dan angin.
“Pertamina sebagai perusahaan energi, tentu juga aktif berpatisipasi untuk transisi energi di Indonesia tersebut. Sesuai dengan salah satu pilar dalam Strategy NZE Pertamina, kami mengembangkan Bisnis Baru dari Energi Baru Terbarukan yang lebih hijau, antara lain: meng-upgrade kilang Pertamina untuk menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan, pengembangan lebih lanjut Bioenergi dalam bentuk biomassa dan bioetanol, mengoptimalkan potensi dan meningkatkan kapasitas panas bumi terpasang serta komersialisasi hidrogen,” ungkap Nicke,wanita penerima penghargaan Women’s Work of Female Grace dari Indonesia Asia Institute pada tahun 2013.
Nicke, wanita yang pernah dinobatkan oleh Majalah Fortune pada tahun 2020 sebagai salah astu dari “Most Powerful Women International” dimana ia mendapatkan ranking yang cukup tinggi, yaitu di urutan ke-16 dari 50, menuturkan bahwa Pertamina mengambil peran strategis dalam ekosistem baterai yang terintegrasi dan penyimpanan energi di Indonesia.
“Kami juga memperkuat gasifikasi terintegrasi kami, membantu pelanggan kami di sektor transportasi, rumah tangga, dan industri untuk mengurangi emisi. Di bidang pembangkit listrik, kami terus meningkatkan pemanfaatan Proyek Energi Baru dan Terbarukan serta Rendah Karbon yang memungkinkan kami mengurangi jejak karbon. Kami terus berupaya untuk menerapkan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) dalam peningkatan produksi beberapa ladang minyak dan gas. Jadi, kuncinya adalah kita melakukan industrialisasi atas sumber daya alam yang ada di Indonesia.Kita lakukan hilirisasi, baik dari fossil energy, gas, atau new & renewable energy yang dimiliki oleh Indonesia,”papar Nicke yang juga bergelar Sarjana Strata Dua Hukum Bisnis.