Jakarta, Ruangenergi.com – Pemerintah dalam hal ini Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya menetapkan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite menjadi sebagai jenis BBM khusus penugasan atau JBKP menggantikan premium.
Terkait hal ini, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menilai ada beberapa hal yang bisa disimpulkan baik plus maupun minus yang perlu diperhatikan.
“Plusnya adalah dengan penetapan Pertalite sebagai JBKP maka Pertamina akan mendapatakan kompensasi dari selisih harga jual saat ini. Apalagi saat ini Pertalite menguasai 47% dari total konsumsi BBM secara nasional. Maka, ini akan sangat membantu keuangan Pertamina,” kata Mamit kepada Ruangenerg.com di Jakarta, Rabu (31/3/2022).
Selain itu, lanjut Mamit, masyarakat akan mendapatkan BBM dengan ron lebih tinggi dibanding premium. Dengan demikian, sisi kinerja mesin menjadi lebih bagus, lebih awet dan jarak tempuh menjadi lebih jauh lagi. Selain itu, perawatan mesin menjadi lebih mudah dan murah.
“Menggunakan RON 90 juga bisa mengurangi emisi gas rumah kaca meskipun jika mengacu kepada Permen LHK No 20 Tahun 2017 tentang Penerapan Bahan Bakar Standar Euro 4 dimana Salah satu bleid dalam Permen tersebut adalah penggunaan BBM dengan minimal RON 91 dan CN 51 masih belum terpenuhi tetapi sudah lebih baik lagi jika dibandingkan dengan premium,” papar Mamit.
Namun menurut dia, ada dampak lain yang perlu diperhatikan pihak-pihak terkait karena Pertalite menggunakan kouta dimana untuk tahun 2022 mencapai angka 23,05 juta kilo liter, sehingga pengawasan harus benar-benar ekstra.
“Jadi perlu pengawasan yang ekstra agar tidak melebihi kouta dan menambah beban APBN ke depannya seperti yang terjadi dalam distribusi solar subsidi saat ini,” ujarnya.
Terkait premium, kata Mamit, BBM dengan RON 88 itu hanya akan digunakan sebagai blending dengan RON 92 dalam rangka membuat pertalite. Jadi, premium sudah tidak berdiri sendiri lagi atau standalone. Jadi posisinya hanya sebagai pencampur saja.
“Dengan perubahan ini, maka ke depan program BBM Satu Harga harus menggunakan Pertalite. Pertamina harus mendistribusikan Pertalite sampai ke wilayah 3T,” tukasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, mengatakan, ketetapan Pertalite sebagai JBKP berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tanggal 10 Maret 2022 tentang JBKP.
“Kuota JBKP pertalite tahun ini ditetapkan sebesar 23,05 juta kiloliter,” kata Tutuka dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Selasa (29/3/2022).
Lebih jauh ia mengatakan, realisasi penyaluran pertalite hingga Februari 2022 sebesar 4,258 juta kiloliter atau melebihi kuota 18,5 persen terhadap kuota year to date Februari 2022.
“Apabila pertalite diestimasikan melalui skenario normal, maka hingga akhir tahun ini pertalite akan melebihi kuota sebesar 15 persen dari kuota normal yang ditetapkan sebesar 23,04 juta kiloliter,” tukasnya
“Saat ini, stok dan coverage days pertalite tercatat mencapai 1,157 juta kiloliter dengan estimasi ketersediaan selama 15,7 hari,” tambahnya.
Kenaikan harga minyak dunia akibat konflik geopolitik Rusia-Ukraina hingga Uni Eropa yang mempertimbangkan untuk melakukan embargo minyak mentah Rusia turut berdampak terhadap harga BBM di dalam negeri.
Pada Maret 2022, realisasi Mean of Platts Singapore (MOPS) pertalite rata-rata 128,19 dolar AS per barel atau naik 63 persen dari rata-rata tahun 2021 sebesar 78,48 dolar AS per barel.
Meski harga global telah melambung tinggi, namun pemerintah Indonesia masih dapat menjaga harga pertalite senilai Rp 7.650 per liter.(SF)