Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com – Bencana banjir bandang dan longsor parah yang melanda Tapanuli memicu perang argumen sengit antara aktivis lingkungan dan korporasi.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara menuding tujuh perusahaan, termasuk PT Agincourt Resources (PTAR), sebagai biang keladi di balik bencana ekologis yang menghancurkan puluhan desa di delapan kabupaten/kota.
Namun, PTAR, pengelola tambang emas Martabe, langsung pasang badan dan membantah keras tudingan tersebut.
Direktur Eksekutif WALHI Sumut, Rianda Purba, menyatakan bencana yang terjadi sejak 25 November 2025 di Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah dipicu oleh kerusakan bentang alam kritis, yaitu Ekosistem Harangan Tapanuli atau Batang Toru, yang seharusnya menjadi benteng hidrologis.
“Kami mengindikasikan tujuh perusahaan sebagai pemicu kerusakan karena aktivitas eksploitatif yang membuka tutupan hutan Batang Toru,” ujar Rianda.
Daftar tujuh perusahaan yang disorot WALHI didominasi sektor tambang, energi, dan perkebunan, dengan PTAR (Tambang Emas Martabe) masuk di urutan pertama. Bencana ini telah menyebabkan puluhan ribu warga mengungsi dan ribuan rumah hancur di 51 desa yang terdampak.
Bantahan Tegas PTAR: Kami Tidak Terlibat Banjir Garoga
Senior Manager Corporate Communications PTAR, Katarina Siburian Hardono, kepada ruangenergi.com, Minggu (30/11/2025), tampil menepis tudingan tersebut. Ia menegaskan bahwa operasional PTAR telah dirancang ketat untuk meminimalkan dampak lingkungan dan sepenuhnya patuh pada peraturan, termasuk melalui upaya mitigasi banjir serta komitmen kuat pada konservasi hutan dan keanekaragaman hayati.
Katarina memberikan klarifikasi spesifik yang menjadi kunci pembelaan PTAR. Beda Lokasi DAS, dimana PTAR membantah adanya keterkaitan antara aktivitas mereka dengan lokasi banjir bandang. Ia meluruskan bahwa Desa Garoga, lokasi banjir parah, berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Garoga/Aek Ngadol, yang “berbeda dan tidak terhubung” dengan DAS Aek Pahu, tempat PTAR beroperasi.
Tidak Ada Bukti Kayu: Pemantauan PTAR juga diklaim tidak menemukan material kayu di DAS Aek Pahu yang dapat dikaitkan dengan temuan material di wilayah banjir.
Menurut Katarina, bencana ini lebih tepat dikaitkan dengan faktor alam ekstrim, yaitu siklon tropis Senyar yang melanda Sumatera Utara.
Di tengah polemik ini, PTAR menyatakan fokus utamanya saat ini adalah bantuan kemanusiaan. Perusahaan tengah menyediakan tempat tinggal, makanan, dan bantuan medis bagi masyarakat terdampak musibah, sekaligus memastikan keselamatan 3.500 karyawannya.
Polemik ini diprediksi akan terus memanas, menuntut audit independen untuk memastikan akar masalah dari bencana ekologis di Tapanuli—apakah murni karena cuaca ekstrem atau akibat deforestasi masif yang dituduhkan WALHI.











