Jakarta, Ruangenergi.com – Politisi Partai Hanura, Inas N.Zubir menyarankan kepada Pemerintah agar benar-benar menghentikan impor solar. Pasalnya, kegiatan tersebut mampu dimainkan oleh pihak swasta. Ia menduga, celah impor inilah yang dilakukan oleh oknum tertentu untuk mengeruk keuntungan pribadi.
Hal ini disampaikan Inas pada diskusi virtual bertajuk ‘Menelisik Bisnis BBM Solar di Indonesia’, yang digelar Energy Watch, bersama Asosiasi Pengamat Energi Indonesia (APEI), Ruang Energi dan Situs Energi, Kamis (08/4/2021).
“Sebenarnya, kalau mau melarang (impor) langsung terbitkan saja suratnya, jangan dalam bentuk himbauan atau surat edaran. Larangan itu musti tegas, misalnya Keputusan Menteri ESDM yang melarang impor solar. Saya menilai impor solar ini tidak serius,” tukasnya.
Mantan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI ini juga merasa heran dan aneh, karena harga solar swasta yang didapatkan dari hasil impor dengan beban biaya pajak, distribusi dan lain-lain, justru lebih murah dari harga jual solar produksi Pertamina alias produk lokal.
Padahal, kata dia, solar impor itu juga terkena beban biaya distribusi, landed cost, PPn, PPh dan PBBKB, jadi selayaknya dijual dengan harga Rp10.825 per liter. Ironisnya, di lapangan justru dijual dengan harga Rp 7.650 per liter.
“Ini tidak masuk akal. Harga yang seharusnya Rp 10.825 per liter, tapi saya baru lihat di Tokopedia, kok bisa dijual dengan harga hanya Rp 7.650 per liter. Saya lihat di Bukalapak ada yang jual Rp 8.000. Ini gila. Karena dengan biaya-biaya yang ada itu bisa menjual dengan harga Rp 7.650 per liter,” paparnya.
“Kalau mereka jual dengan harga Rp 7.650.per liter, itu artinya tanpa landed costnya harganya Rp 6.548 per liter, lalu berapa margin yang didapat, itu belum termasuk biaya distribusi dan logistik. Pertanyaan saya, darimana mereka mendapatkan solar murah?,” tanya Inas.
Oleh karena itu, kata Inas, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), harus bisa menyelidiki masalah ini. Kenapa badan usaha BBM swasta, yang memperoleh solar dari impor, bisa menjual dengan harga yang lebih murah dari harga Pertamina.
“Ironisnya mereka terang-terangan jual murah di Tokopedia dan marketplace. Harusnya ini bisa menjadi pintu masuk BPH migas untuk menyelidiki darimana solar itu didapat,” tukasnya.
Inas juga menghimbau kepada pemerintah untuk harus memiliki neraca solar yang jelas, sehingga jika ada penyelewengan solar oleh para distributor nakal bisa dihentikan.
“BPH Migas juga harus melakukan sweeping dari kargo-kargo yang punya harga siluman. Silumannya harus dicari. Solusi lainnya adalah, harus punya neraca BBM solar, masalahnya mau apa tidak pemerintah buat,” tutup mantan Anggota Fraksi Partai Hanura ini.(Red)