Demak, RuangEnergi.Com—Dr Suyud Warno Utomo,M.Si, S3 SIL dan FKM Universitas Indonesia menuturkan, Demak pada era tahun 90 an dikenal sebagai sentra produksi udang windu terbesar di Indonesia. Saat itu adalah masa kejayaaan udang windu yg berarti juga kejayaan petambak Demak khususnya di desa Bulusaan kecamatan Sayung. Haji Turmudzi saat itu menjadi ikonnya Demak, karena usahanya menjadi produsen terbesar udang windu di daerah demak dengan 150 tambak.
Seiring adanya banjir bandang yg terjadi setelahnya, produksi udang windu di Demak mengalami masa masa suram, pendangkalan sungai, lumpur organik yg mengendap yang berakibat banyak kegagalan demi kegagalan usaha, sehingga akhirnya 150 tambak dengan fasilitas yang lengkap, beralih fungsi utk budidaya ikan, khususnya ikan bandeng, yang hasilnya kecil dan hanya bisa di nikmati sebagian kecil masyarakat sekitar.
Keadaan tersebut berlangsung sampai akhir tahun 2018-an. Sampai kemudian ada beberapa kolam yang difungsikan kembali untuk budidaya udang dengan jenis berbeda yaitu udang putih. Dari beberapa kolam yg kembali utk budidaya udang, hasilnya sangat memuaskan.
Kenyataan tersebut di atas, memberikan gambaran, masih ada potensi yang besar untuk memanfatkan 150 kolam tambak, untuk budidaya udang dengan melibatkan masyarakat setempat. Secara sederhana, jika 150 tambak tersebut dapat dioptimalkan lagi untuk budi daya udang, maka akan ada 170 tenaga petani tambak undang yang terlibat secara langsung dan tidk langsung dalam kegiatan tersebut.
Belum lagi dari sisi multiplier efek dan turunannya yang akan muncul dari transaksi penjualan hasil tambak udang tersebut. Dalam waktu setahun, dengan 2 kali siklus penebaran benih udang, maka nilai nominal hasil panen yang bisa diperoleh untuk 150 tambak tersebut bisa mencapai Rp. 150 Milyar. Akan banyak sekali aktifitas dan kegiatan ekonomi yang bisa dimunculkan dengan adanya hasil panen tersebut.
Secara umum, sarana dan prasarana yang tersedia sudah sangat mendukung untuk dilakukannnya optimasi dan maksimalisasi fungsi dari 150 tambak tersebut, dimana gambaran kesiapan dari aspek teknisnya dapat diuraikan secara lebih rinci sebagaimana berikut ini
Karakter tambak dibulusan khususnya 150 tambak milik haji Turmudzi sekarang diteruskan Istiqomah putri-nya sangat cocok untuk budidaya udang putih dengan melihat tambak di kelilingi hutan mangrove yg secara teknis mampu sebagai filter biologis limbah yang dihasilkan dari budidaya. Artinya, masalah limbah akan teratasi dengan adanya mangrove.
Secara teknis budidaya di Demak sangat potensial utk berhasil karena air laut yg masuk ke tambak nantinya melewati filter biologis yang lain selain mangrove, ada juga filter ikan, dan filter rumput laut yg berfungsi utk mendapatkan air baku yg bagus untuk budidaya.
Secara konstruksi sebagaian besar tambak sudah ada saluran masuk dan keluar air yg terpisah karena rata rata tambak di apit 2 sungai sehingga antara masuk air dan keluar air itu terpisah.
Yang lebih utama adalah social masyarakat sangat positif, jikalau 150 tambak tersebut bisa dioperasikan untuk budidaya udang secara intensif, karena disitu nanti melibatkan tenaga kerja yang lebih banyak lagi dari masyarakat sekitar.
Adapun analisa usaha per 3 kolam tambak (agar skalanya ekonomis), secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut :
Dengan modal sebesar Rp. 519 juta per 3 kolam tambak, maka keuntungan selama 2 siklus budidaya dapat menghasilkan keuntungan Rp. 1.34 milyar.