Jakarta,ruangenergi.com-Lapangan gas di Natuna Timur, atau dikenal juga sebagai Blok Migas Natuna D Alpha, yang mengandung sampai 70 persen karbon dioksida (CO2) bukanlah suatu permasalahan yang mudah untuk diselesaikan.
Bahkan Indonesia sudah pernah mencoba memberikan privillage kepada perusahaan Amerika dengan sahring yang sangat menarik, namun setelah 30 tahun tidak kunjung dikembangkan, kemudian setelah kembali ke pangkuan ibu pertiwi melalui Pertamina, sudah lebih dari 15 tahun pun tidak ada geliatnya secara teknik dan bisnis.
Yang ada pembicaraan-pembicaraan di level diskusi dan focus disscussion group (FGD) yang sudah banyak sekali dilakukan, tapi bukan dalam tataran bisnis yg serius apalagi dalam tataran pendekatan teknologi.
“Jadi, bila ada yang usul untuk dikembangkannya lapangan gas Natuna Timur yang memiliki cadangan 4-5 kali lebih besar dari Masela, maka harus dalam tatanan teknologi dan bisnis secara komprehenship, bukan hanya wacana-wacana yang bersifat kulit tanpa data yang kuat,” kata praktisi migas Rudi Rubiandi dalam bincang santai dengan ruangenergi.com, Rabu (15/12/2021) di Jakarta.
Ketika ruangenergi.com bertanya kepada Rudi,bahwa sebaiknya Pemerintah Indonesia mulai memikirkan pengembangan pemanfaatan C02 yang ada di Blok Natuna d Alpha untuk dipasarkan sebagai bahan baku minuman bersoda coke,atau pun untuk membantu peningkatan produksi migas, ditanggapi dengan berkomentar:
“Itu bukan ide baru, dan bukan pula teknologi baru, sejak dahulu walaupun tidak ada desakan Green Energy atau CCUS dan CCS seperti sekarang, di Industri migas sudah merupakan bagian teknologi migas yang sudah dikuasai dan sudah banyak riset dilakukan, bahkan literatur dan handbook tentang hal tersebut sudah lama dikenal,”beber Rudi yang kini mengajar di Universitas Pertamina.
Bagi Rudi yang pernah menjadi Wakil Menteri ESDM, dia menjelaskan kalau mau kembangkan Natuna D Alpha harus punya modal kuat.
“Kalau gasnya mau dikembangkan,itu nanti dari hasil kajian baru akan ada kesimpulan ekonomis atau tidak,” ungkap Rudi menutup pembicaraan singkat via WhatsApp.
Lapangan Gas Natuna D Alpha atau Natuna Timur memiliki kandungan gas yang sangat besar, 222 Tcf initial gas-in-place (IGIP) yang membuatnya menjadi undeveloped gas field terbesar di Asia Tenggara. Namun, kandungan gas yang besar tersebut datang dengan tantangan yang juga besar, dimana kandungan CO2-nya sangat tinggi.
Dengan kondisi tersebut, Blok Migas Natuna Timur diperkirakan memiliki sumberdaya kontingen sebesar 46 Tcf, atau hampir sama dengan total cadangan gas Indonesia (55 Tcf 2P di awal 2020).
Selain kandungan CO2 yang tinggi, tantangan lain dari pengembangan Lapangan Gas Natuna Timur adalah lokasinya yang terpencil; dengan jarak mencapai 225 km dan jarak ke Pulau Sumatera mencapai 1000 km.