Praktisi Migas Rudi Rubiandi: Kondisi Investasi di Indonesia Kalah Menarik

Jakarta,ruangenergi.com-Praktisi Migas Rudi Rubiandi mengatakan beberapa IOC (International Oil Company) sudah mundur dari Indonesia yaitu KODEKO perusahaan Korea, BP ONWJ perusahaan Inggris, TOTAL Indonesie perusahaan Perancis, SHELL perusahaan belanda, Chevron dari Amerika, dan kini sedang bersiap-siap ConocoPhillips yang sedang persiapan melepas operasinya di Indonesia.

Tidak bisa dipungkiri, bahwa kondisi Investasi di Indonesia sudah kalah menarik dibanding negara-negara lain yang sangat atraktif, dilihat dari berbagai aspek, sehingga ketika Pemerintah RI tidak berubah maka akan makin terus tertinggal oleh negara lain dalam menarik investor besar.

Ditambah pula issue nasionalisasi, seolah-olah bergantinya operator asing adalah kemenangan bangsa Indonesia, atau kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah, padahal dalam berbisnis tidak ada yang namanya penjajahan atau konfrontatif, yang ada adalah kooperatif dan Kerjasama. Pemahaman ini terpelintir di level politikus yang mengatasnamakan kedaulatan bangsa atau nasionalisasi.

rudi rubiandini

“Kondisi ini akan mempengaruhi stabilitas ekonomi negara untuk jangka Panjang, Kondisi Ekonomi negara untuk jangka pendek tidak terlalu terpengaruh, karena lapangan migas yang ditinggalkan langsung dikerjakan oleh operator pengganti, yang selama ini pada umumnya adalah BUMN. Tetapi untuk jangka Panjang bagi anak-cucu kita, barulah akan bermasalah, karena berlanjutnya industri migas, apalagi menaikan produksi haruslah didukung dengan penemuan cadangan baru yang besar-besar yang harus ditemukan melalui kegiatan Eksplorasi,” kata Rudi dalam bincang santai virtual bersama ruangenergi.com,Rabu (22/112/2021) di Jakarta.

Rudi menambahkan, kegiatan eksplorasi selain membutuhkan dana yang sangat besar yang liquid, juga mengandung resiko bisa hilang tidak berhasil bila tidak ditemukan cadangan yang signifikan. Sementara BUMN tidak memiliki cukup dana yang siap untuk beresiko hilang, karena bisa dianggap merugikan negara.

“Dampaknya baru akan terasa secara jangka Panjang, bahwa RI tidak memiliki cadangan yang signifikan lagi untuk diproduksikan, sehingga akan menjadikan negara pengimpor minyak dan gas bumi yang masif karena tahun 2030 akan mencapai jumlah penduduk 300 Juta dengan tingkat kemakmuran yang terus meningkat, dan beban negara dan rakyat dalam belanja energi akan makin memberatkan rakyat, efeknya yang terasa tentunya oleh rakyat secara langsung, belanja energi akan menjadi mahal,” papar Rudi.

Untuk mengobati perginya perusahaan IOC dari Indonesia, lanjut Rudi,tentunya seluruh perusahaan migas di RI wajib mengikuti rencana produksi 1 Juta BOPD dan 12 Ribu MMSCFD, namun karena lapangan migas saat ini dikuasi oleh BUMN Pertamina sekitar 85%, maka yang sangat bertanggung jawab adalah Pertamina, minimal Pertamina harus memenuhi kemampuan produksi 850 ribu BOPD dan 10 ribu MMSCFD pada tahun 2030, yaitu 8 tahun lagi.

“Jadi yang menentukan keberhasilan 1 Juta BOPD itu adalah Pertamina, karena pertamina kini menguasai 85% lapangan Migas Nasional,” pungkas Rudi mengakhiri diskusi virtualnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *