Jakarta,ruangenergi.com-Indonesia saat ini masih mengimpor LPG sebesar 6,1 juta ton maka program hilirisasi Batubara menjadi energi baru berupa Dimethyl Ether/DME, Synthetic Gas dan Liquified Gas Petroleum (LPG) harus dipercepat pelaksanaannya.
Untuk itu perlu dilakukan penghitungan secara cermat untuk program tersebut termasuk pelaku usaha yang diharapkan dapat mengerjakan peningkatan nilai tambah Batubara baik oleh BUMN maupun oleh swasta, kemudian perlu ditetapkan offtaker, kelayakan proyek, insentif yang dibutuhkan, kemudahan perizinan, kesiapan kawasan/lahan, kesiapan dukungan infrastruktur.
Ruangenergi.com mendapatkan dokumen yang berisikan informasi bahwa Badan Usaha memerlukan kepastian alokasi dan pasokan batubara, untuk kegiatan pengolahan batubara menjadi syngas, methanol, dan DME, serta kegiatan penyediaan, pembelian dan/atau distribusi DME.
Termasuk perlu adanya jaminan, fasilitas kemudahan, insentif, dan Pendanaan. Nah,guna meningkatkan akselerasi kegiatan hilirisasi batubara, Badan usaha memerlukan jaminan atas resiko perubahan peraturan (change in law) atau risiko politik.
Kemudian,memerlukan kemudahan perizinan Pemerintah dan Pemda, keringanan/pembebasan biaya perizinan, keringanan fasilitas perpajakan dan kepabeanan.Ditambah lagi dukungan pendanaan dalam bentuk penyertaan modal negara secara langsung maupun tidak langsung.
Di sisi lain,untuk meningkatkan keekonomian, Badan usaha memerlukan harga batubara khusus dan royalti 0%,dengan royalti 0%, penerimaan pajak sebesar Rp 0.8 T per 1 juta ton DME setara LPG. Kemudian memerlukan pendataan target pengguna DME, penetapan wilayah distribusi dan pemberian paket perdana (23 juta kompor DME di tahun 2024-2040),penetapan rencana volume penjualan tahunan DME,pemberian sarana fiskal serta jaminan atas stabilitas operasi pabrik dan produksi DME.
Kemudian,pada masa pandemi ini harus menjadi momentum untuk menggunakan potensi dalam negeri seiring dengan adanya pembatasan kegiatan/mobilitas orang pada negara-negara yang masih belum dapat menurunkan angka penularan Covid-19.Walaupun saat ini Pandemi masih belum bisa dihilangkan, kita tetap harus menjaga produktivitas, maka kebutuhan energi untuk menunjang kegiatan ekonomi tetap harus terjamin pasokannya.
Disebutkan bahwa batubara sebagai sumber energi tersedia cukup besar yaitu cadangan Batubara sebesar 37,6 miliar ton dan produksi sebesar 616 Juta ton.Kecukupan cadangan 61 Tahun menurut data Kementerian ESDM untuk itu peningkatan nilai tambah batubara menjadi hal yang sangat penting.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) telah menugaskan kepada Menteri ESDM menyusun roadmap optimalisasi pemanfaatan Batubara dengan menerapkan teknologi yang ramah lingkungan pada Rapat Terbatas tanggal 20 Oktober 2020.
Dengan adanya penugasan Pemerintah menjadi salah satu syarat agar memperoleh penjaminan Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero).Harga DME yang relative tetap akan bersaing dengan harga LPG yang fluktuatif, sehingga perlu penjaminan dan dukungan penggunaan DME meski bila LPG nantinya lebih murah.
Untuk kepentingan pengembalian Investasi Produsen DME memerlukan offtake agreement selama umur teknis 20 tahun. Sedangkan Pertamina juga memerlukan dasar untuk menjadi offtaker.Untuk permasalahan di atas, diperlukan instrumen hukum berupa penetepan Perpres yang mengatur terkait penugasan Badan Usaha (Pertamina dan PTBA) dan dukungan Pemerintah yang diperlukan guna mendukung kegiatan hilirisasi batubara, termasuk proyek gasifikasi batu bara di Tanjung Enim.