Proyek Delay itu Biasa: Rahasia Sukses Proyek Gagal, Dari Incompetency ke Tradisi

Jakarta,ruangenergi.com-Lanjutan bincang-bincang santai minggu lalu, dan didorong rasa penasaran, Ruangenergi pun menggali lebih dalam pernyataan menggelitik Ginanjar Sofyan di Kolom Edukasi Bisnis munggu lalu mengenai “tradisi proyek delay”, yang dia sitir terjadi di sebuah BUMN.

Penggalian ini juga didorong oleh beberapa pernyataan para pelaku dan pelaksana proyek, bahwa “delay itu hal biasa”. Dengan kata lain, tidak ada yang salah dengan tertundanya proyek (?).

Merespon pertanyaan Ruangenergi: “Sama sekali tidak ada yang salah dengan delay atau gagal-nya proyek. Jika target proyek itu adalah memang delay dan gagal, then itu memang sesuai dengan KPI (key performance index), mission accomplished”, ungkap Ginanjar dengan santai.

“Jika mazhab bisnis dan misi project development adalah entertainment, maka delay dan gagal proyek itu ya by design”, dia tambahkan.

Bukankah tujuan membangun proyek adalah profit making dan company growth? Ruangenergi kembali bertanya.

“Ya itu tergantung visi korporasi. Jika visinya adalah going concern dan misinya business growth dan target proyek adalah financial stream, maka para pelaku project dengan Mazhab ini tidak akan mentelorir kegagalan, bahkan delay sedikitpun”, lanjut Ginanjar, kali ini dia agak serius.

Ditanya soal delay yang mentradisi, Ginanjar bilang: “Tradisi bukan sebuah accident atau kebetulan, tapi dibentuk oleh mentalitas dan pikiran alam bawah sadar yang karena sering terjadi dan dimaafkan oleh komunitas-nya maka menjadi kultur. Delay atau gagal proyek akhirnya menjadi sebuah pencapaian”, ungkap Ginanjar sambil terkekeh.

“Akhirnya kami masuk juga ke diskusi bisnis dan professionalism dengan Mazhab normal. Ruangenergi bertanya apakah sebenarnya proyek delay dan gagal bisa dihindari. Kapan sebuah kegagalan dan tertundanya proyek bisa dianggap biasa dan layak?” urai Ginanjar lagi.

“Bagi para professional, dengan jam terbang yang cukup dan naluri bisnis yang cukup tajam, keterlambatan bahkan kegagalan proyek bisa di-identifikasi sejak dini dan bisa dihindari, bahkan sebelum proyek itu di-inisiasi,” kata Ginanjar dengan tatapan mata tajam.

Individually, lanjut Ginanjar lagi, di otak para professional sudah melekat perangkat virtual check-list. Mereka punya alert system, mampu menbangun peta tahapan dan perjalanan sebuah bisnis atau proyek, serta mampu mengendus jebakan-jebakan proyek dan bisnis bakal ada dimana saja.

“Ibarat pelaut dengan pengalaman dan kematangannya, mereka mampu mencium kedatangan badai hanya dari hembusan dan aroma udara laut dari anjungan kapal. Maka, jika kapal tersebut akhirnya karam terkena badai, hanya ada 2 kemungkinan:
1. Mereka ignorant, atau
2. Memang incompetence, ijasah pelaut-nya palsu,” ujar Ginanjar, kembali terkekeh.

Ruangenergi .com bertanya, jika kegagalan sebuah proyek baru teridentifikasi ditengah jalan, apakah masih bisa diselamatkan?

“Bisa, contoh paling fresh adalah Jawa-1. Proyek itu mengalami masa krisis setidaknya 3x + 1”urai Ginanjar.

Termasuk yang anda bilang salah hitung? Plus 1 apa maksudnya?

“Ya, salah hitung adalah krisis ke-3, kita bisa atasi, otherwise IRR merah lagi dan proyek harus di drop. Yang Plus 1: saya diminta 2 oknum konsorsium untuk mengalokasikan dana proyek $15jt. Gue dah capek-capek angkat keekonomian proyek malah dimintain sumbangan, kayak lembaga amal aja”, ungkap Ginanjar terkekeh.

Tapi akhirnya delay juga?

“Delay tidak termasuk, saya sudah gak disitu, kalau dihitung ya jadi krisis ke-5. Mental proyek sudah hancur. Mengembalikan proyek ke track dan rasional bisnis sudah sangat berat, yang tersisa hanya mentalitas opportunistic,”papar Ginanjar.

Masih ada kesempatan untuk diperbaiki?

“Terlambat, sudah masuk ke skenario delay 2 tahun. Mereka kehilangan momentum di window Desember 2019 sd April 2020. Sekarang tinggal tunggu nasib saja,” tegas Ginanjar.

PPI bilang Agustus 2023 COD, gak delay 2 tahun dong? Jalan keluar?

“You need strong leadership, rare. Tapi dah telat lah. Agustus is fake, face saving. Paling cepat November 2023, saya malah gak kaget kalo geser lagi ke 2024 Februari”, ungkap Ginanjar sambil mengedipkan mata dengan jahil.

Jika ternyata benar COD Agustus 2023?

“Well, then you can celebrate, mission accomplished. Delay memang bagian dari design dan mentalitas proyek, sesuai Mahzhab delay tadi”, ujar Ginanjar tertawa lepas.

Mungkin,lanjut Ginanjar, mereka tahu, tapi tidak berani berterus terang, dan berharap bahwa potensi itu akan hilang dengan sendirinya?

“Menunggu keajaiban dari langit? Kemampuan mengidentifikasi dan keberanian untuk mengambil decissive action, walaupun tidak populer, itu syarat anda menjadi executive perusahaan di liga professional, otherwise anda hanya seorang mediocre dan opportunist”.

Kita bicara konsekuensi kegagalan dan delay proyek, tentunya dengan Mazhab Normal. Bagaimana?

“Ya itu tadi, you need a gutsy play. Ada 3 cara untuk menghindari konsekuensi kegagalan atau delay proyek:
1. Abandon the ship, alias cut-loss. Ini ada hitung-hitungan nya.
2. Recovery, momentum dan skenario ini pernah ada pada saat partner salah hitung dan team saya tidur, kita salah hitung. Tapi akhirnya kita berhasil selamatkan.
3. Decoy & coverage, anda bikin inisiatif dan proyek-proyek baru supaya orang lupa. Sambil menunggu nasib. But keep celebrating supaya publik tercekoki bahwa proyek is just running well.”

Bicara soal kegagalan bisnis dan proyek, siapa paling bertanggung jawab?

“Itu sudah struktural. Tidak hanya bisa ditimpakan ke salah satu orang, divisi atau organisasi. The whole corporate system is responsible. Berati karena korporasi tidak mempunya sistem yang mampu medeteksi dengan benar potensi-potensi masalah. Atau memang dibiarkan?” urai Ginanjar lagi.

Contoh?

“Seorang executive atau board member sebuah perusahaan tidak bisa disalahkan atas ketidakmampuan-nya. Yang salah ya yang menempatkan mereka, para pemegang saham. Itu kan kegagalan sistem. Anda nyeburin keledai di tengah laut, mana bisa dia berenang dan sampai kapan dia bisa bertahan?, Salah anda kan? Jangan salahkan keledai-nya”.

Oke, bicara kompetensi. Bagaimana kita bisa sampai salah taro orang?

“Sistem tidak dijalankan dengan baik atau tidak ada sistem sama sekali. Ini kan cuma masalah disiplin”

Pada waktu di Pertamina, anda pernah ketitipan atau dititipin orang? Ada entertain?

“Sering, gak pernah saya entertain, emangnya perusahaan nenek moyang saya?, gak etis lah itu”.

Bukankah itu bagian dari stakeholder management?

“Saya bukan penganut Mazhab itu. Contoh, anda ngelamar ke saya jadi pembalap F-1, absurd kan? Pertama, you are not in that skill and capability. Kedua, Club F-1 nya juga bukan milik saya”,seru Ginanjar dengan mimik wajah kesal.

Penutup untuk sesi ini, anda tadi menyebut gutsy play, leadership dan sedikit sekali mengungkap masalah teknis bisnis, padahal anda juga concern dengan masalah kapabilitas.

“Teknis bisnis is no brainer, banyak bukunya, anda tinggal beli. Di tataran tertentu, yang mahal dan susah adalah leadership. It’s a combination between science and morality & ethic,” pungkas Ginanjar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *