Jakarta, Ruangenergi.com – Pemerintah diminta untuk segera mengambil sikap dan keputusan terkait koreksi kuota Solar bersubsidi dan Pertalite. Hal ini penting agar ketika nanti kuota benar-benar habis, maka Pertamina sebagai badan usaha yang ditugaskan menyediakan dan mendistribusikan BBM PSO dapat tetap lancar melaksanakan distrubusi BBM ke masyarakat.
“Penambahan kuota harus sedini mungkin disampaikan ke DPR dan harus segera pula mendapat persetujuan DPR agar tidak menyebabkan kelangkaan BBM yang justru malah nenimbulkan masalah serius bagi Pemerintah,” kata Sofyano kepada wartawan di Jakarta, Jumat (29/7/2022).
Menurut dia, Pertamina Patra Niaga sebagai badan usaha perlu pula mendapatkan kejelasan dan perintah tertulis dari Pemerintah untuk tetap melakukan distribusi BBM bersubsidi sebagaimana mestinya jika terjadi over kuota.
“Kejelasan terkait over kuota dan penambahan kuota ini dapat menjadi dasar bagi Pertamina Patra Niaga dalam bertindak termasuk sebagai dasar hukum atas biaya yang timbul akibat itu,” tukasnya.
Ditambahkan, koreksi penambahan kuota BBM bersubidi tidak bisa menunggu hasil pelaksanaan pengendalian pembelian BBM bersubsidi. Apalagi jika melihat dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya, over kuota adalah hal yang sudah terbukti terjadi dan sulit untuk mengatasinya secara maksimal.
“Pengendalian bisa saja namun saya yakin tidak bisa maksimal. Dan sebaiknya jangan bebankan soal pengendalian kuota kepada Badan Usaha tapi harusnya jadi domain langsung BPH Migas sebagai badan yang tupoksinya terkait BBM subsidi,” kata Sofyano.
“Kekosongan atau Kelangkaan BBM dalam hitungan hari saja, punya dampak luar biasa terhadap perekonomian dan terhadap masalah sosial politik dan keamanan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting mengungkapkan, bahwa kuota Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP) yakni RON 90 atau Pertalite semakin menipis, atau hingga Juni 2022 kemarin tersisa 8,8 juta Kilo Liter (KL) saja.
“Untuk rinciannya, sampai Juni 2022 konsumsi BBM Pertalite sudah menembus 14,2 juta KL dari target yang dicanangkan pemerintah dan DPR pada tahun ini mencapai 23 juta KL,” kata Irto Ginting, Kamis (28/7/2022).
Lebih jauh Irto mengatakan, selama enam bulan atau semester pertama, dalam hitungan kasar saja pemakaian BBM Pertalite mencapai 14,2 juta. Dengan demikian, maka selama enam bulan ke depan jika kuota BBM Pertalite tersisa 8,8 juta KL tidak akan mencukupi untuk akhir tahun, artinya akan terjadi over kuota.
“Oleh karena itu, butuh pembatasan segera penggunaan konsumsi BBM Pertalite tersebut. Karena kalau dilihat konsumsi per Juni, tanpa ada pengaturan maka akan over kuota,” ungkap Irto.
Menurut dia, saat ini Pemerintah dan Pertamina sedang merumuskan pembatasan pembelian Pertalite sesuai dengan kriteria tertentu untuk kendaraan roda empat, agar penggunaan Pertalite bisa lebih tepat sasaran.
“Hal ini dilakukan dengan membuka pendaftaran ke website MyPertamina bagi kendaraan roda empat yang berhak mengisi BBM Pertalite tersebut. Terdapat 50 Kota/Kabupaten yang sudah dibuka pendaftarannya. Pengaturan sesuai kriteria yang berhak itu merupakan salah satu opsi untuk menekan over kuota,” tutup Irto.
Pada kesempatan berbeda, Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah memastikan tidak akan ada tambahan alokasi kuota untuk Pertalite maupun Solar. Said bahkan menyarankan agar Pertamina dapat melakukan pembatasan dengan program yang saat ini sedang berjalan.
“Tidak ada penambahan kuota dan Banggar memberikan kesempatan bagi Pertamina membangun sistem baik lewat MyPertamina atau dengan sidik jari karena barang subsidi adalah barang yang diperuntukkan 40% masyarakat bawah,” kata Said.
Saat ini, Pertamina sendiri memang masih membuka kesempatan bagi masyarakat yang ingin mendaftarkan kendaraannya sebagai pengguna BBM Pertalite maupun Solar subsidi. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya perusahaan mengendalikan kuota volume kedua BBM tersebut.
Said optimistis jika pembatasan tersebut dapat dilakukan, maka kuota BBM Pertalite maupun Solar akan aman hingga akhir tahun ini.
“Sama halnya dengan elpiji tabung 3 Kg yang terus bertambah dari 3 juta metrik ton sekarang sudah 8 juta metrik ton dan kalau terus minta pertambahan artinya kemiskinan naik tajam padahal faktanya juga tidak,” pungkasnya.(SF)