PUSKEPI: Sudah Saatnya HET Pangkalan Ditentukan Menteri ESDM Secara Nasional

Jakarta, Ruangenergi.com – Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI) Sofyano Zakaria mengatakan, sudah saatnya harga eceran tertinggi (HET) Pangkalan LPG 3kg yang selama ini ditetapkan Pemerintah Daerah (Pemda) diambil alih Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dalam hal ini Menteri ESDM menjalankan perannya sebagai lembaga tertinggi yang berhak memberikan persetujuan final terhadap besaran kenaikan HET Pangkalan.

“Jadi kewenangan memutuskan naik atau tidaknya HET Pangkalan harus tetap ada ditangan Menteri ESDM bukan Pemda,” kata Sofyano dalam keterangannya yang diterima Ruangenergi.com di Jakarta, Jumat.

Selain itu kata dia, sudah saatnya Pemerintah mengkoreksi besaran Harga Tebus LPG 3kg dari Agen ke Pertamina sebesar Rp.11.588.- per tabung yang tak pernah dikoreksi sejak diluncurkannya program konversi minyak tanah ke LPG 3kg.

“Namun koreksi harga tebus itu tidak harus dengan menaikan besaran HET Nasional karena kenyataannya HET Pangkalan yang ditetapkan Pemda sudah naik jauh dari HET Nasional yang rata rata sekitar sebesar 35%-an,” tukasnya.

Sofyano juga menghimbau Pemerintah untuk mendukung penuh berjalannya program One Village One Outlet (OVOO), yang telah dijalankan Pertamina.

“Pemerintah harus mendorong Pertamina untuk mewujudkan program ini merata di tiap desa dan dusun yang ada negeri ini yang sudah melaksanakan konversi mitan ke elpiji 3kg,” kata dia.

Sofyano juga menegaskan, bahwa mata rantai distribusi atau penyaluran LPG 3kg subsidi yang ditetapkan hanya lewat Agen LPG 3kg dan Pangkalan LPG 3kg yang terdaftar resmi di Pertamina juga mutlak dipertahankan karena terbukti paling bisa diawasi dan dikontrol oleh Pemerintah dan atau Pihak Badan Pemeriksa Keuangan RI.

Menurutnya, ketika ada pihak yang menjual belikan LPG 3kg di luar mata rantai distribusi yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku yakni Agen dan Pangkalan LPG 3kg, maka itu dapat dikatakan sebagai ilegal.

“Ketentuan Pemerintah dalam hal ini Perpres 104 Tahun 2007 yang menetapkan bahwa pengguna yang berhak atas LPG 3kg adalah Rumah Tangga dan Usaha Mikro juga harus ditegakkan oleh Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum,” jelasnya.

“Artinya ketika ada pihak yang bukan Rumah Tangga atau badan usaha Mikro yang terbukti bisa membeli dan atau memperdagangkan LPG 3kg, maka harus diambil tindak tegas,” sambung pengamat energi ini.

Sejatinya, kata dia, penjualan barang bersubsidi seperti LPG 3kg tidak boleh diperlakukan seperti barang non subsidi.

“Jadi ketika LPG bersubsidi telah diperdagangkan secara bebas maka harusnya Pemerintah dan aparat penegak hukum segera menyikapi hal ini karena berkaitan dengan Subsidi Negara,” ungkapnya.

Lebih jauh ia juga mengatakan, bahwa pengangkatan atau penambahan pangkalan-pangkalan LPG 3kg baru juga mutlak diperlukan sehingga masyarakat yang berhak hanya bisa dan boleh membeli LPG bersubsidi pada pangkalan resmi yang terdata di badan usaha yang ditugaskan pemerintah yakni Pertamina.

“Ini penting agar masyarakat bisa membeli LPG 3kg sesuai HET yang berlaku. Untuk itu Pemerintah sudah harus menyiapkan adanya Pangkalan yang terdapat di setiap Wilayah Rukun Tetangga (RT) atau paling tidak terdapat 1 Pangkalan yang melayani maksimal setiap 100 rumah atau 100 Kepala Keluarga,” paparnya.

“Dan persyaratan untuk menjadi Pangkalan harus semudah mungkin misalnya hanya cukup dengan memiliki KTP, Tempat Jualan yang menetap bukan bergerak, Surat Keterangan Domisili dari Kelurahan atau Desa, Rekening Tabungan bank, Tabung gas sesuai alokasi yang diberikan, alat timbangan, Gas Detector,” sambung Sofyano.(SF)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *