bendera merah putih di platform

ReforMiner: Tanpa Reformasi Gas, Tekanan Fiskal Bisa Meledak, Catat Itu!

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Padalarang, Jawa Barat, ruangenergi.com- Di tengah tren penurunan cadangan minyak dan gas nasional, peran gas bumi dipandang semakin strategis bagi ketahanan energi dan perekonomian Indonesia. Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menilai gas bumi akan menjadi jangkar penting dalam masa transisi energi, kebijakan hilirisasi, dan penguatan fiskal negara.

Dalam paparannya, Komaidi menjelaskan bahwa cadangan minyak Indonesia terus menurun dan relatif kecil dibanding negara produsen lain. Namun, kondisi berbeda terjadi pada gas bumi. Indonesia masih memiliki cadangan gas yang cukup besar dan menempatkannya di jajaran negara dengan potensi gas signifikan di Asia Pasifik.

“Cadangan gas Indonesia berada di peringkat ke-23 dunia, dan menjadi salah satu basis utama suplai LNG regional,” ujar Komaidi. Sejumlah penemuan besar beberapa tahun terakhir, seperti temuan di blok South Andaman, Andaman II, dan North Ganal, memperkuat prospek tersebut.

Gas bumi juga mendominasi proyek strategis nasional (PSN) sektor hulu migas. Tambahan produksi gas dari PSN mencapai 4.256 MMSCFD, atau menyumbang lebih dari 50 persen target produksi nasional skenario mid-case.

ReforMiner mencatat, realisasi investasi PSN berpotensi meningkatkan PDB 0,51 persen bila terealisasi dalam lima tahun. Selain itu, ekspor, penerimaan pajak, dan surplus neraca pembayaran juga akan meningkat.

“Manfaatnya tidak hanya sektoral, tetapi meluas melalui efek pengganda ekonomi yang signifikan,” kata Komaidi.

Hasil studi ReforMiner menunjukkan sektor hulu migas, terutama gas bumi, memiliki indeks keterkaitan ekonomi yang tinggi. Menggunakan basis data Input-Output 2010 dan 2016, multiplier effect hulu gas meningkat dari 4,98 menjadi 6,56.

Artinya, aktivitas di sektor ini mampu menggerakkan banyak sektor lain, mulai dari industri kimia, listrik, hingga jasa-jasa penunjang. “Semakin besar penggunaan input domestik, semakin besar nilai tambah ekonomi yang tercipta,” ujar Komaidi.

Gas bumi menjadi komponen penting dalam kebijakan hilirisasi migas. Beberapa sektor industri, seperti kilang, petrokimia, dan pupuk, memiliki porsi input gas yang besar. Substitusi input impor dengan pasokan domestik berpotensi meningkatkan multiplier effect sektor hilirisasi, bahkan hingga dua kali lipat pada industri tertentu.

Dari sisi fiskal, kontribusi sektor hulu migas juga tidak kecil. PNBP migas rata-rata menyumbang 19 persen dari total penerimaan negara bukan pajak serta lebih dari 60 persen PNBP sumber daya alam dalam periode 2018–2024.

Namun, tekanan fiskal muncul dari tingginya impor LPG. Kebutuhan LPG yang terus meningkat sementara produksi stagnan membuat rasio impor berada pada kisaran 75–80 persen. Subsidi LPG 3 kg bahkan menyedot hingga 45 persen subsidi energi.

ReforMiner menilai pembangunan jaringan gas rumah tangga (jargas) dapat menjadi solusi. Setiap tambahan satu juta sambungan rumah tangga diproyeksikan menghemat subsidi hingga Rp672 miliar dan menurunkan impor LPG sekitar 100.000 ton.

Jika target empat juta sambungan tercapai, negara berpotensi menghemat lebih dari Rp2,6 triliun.

Meski berperan strategis, industri gas nasional menghadapi tantangan besar. Cadangan gas menurun drastis dalam satu dekade terakhir, dari 150 TCF menjadi sekitar 54,7 TCF. Selain itu, terjadi ketidakseimbangan geografis antara lokasi produksi dan pusat permintaan, seperti di Jawa Barat dan Sumatera Utara yang diproyeksikan mengalami defisit gas mulai 2025–2030.

Kondisi ini diperburuk oleh lambatnya pengembangan infrastruktur gas dan besarnya ketergantungan proyek pada APBN. “Kebijakan sudah ada, tetapi implementasi teknis belum kuat. Infrastruktur menjadi titik lemah,” kata Komaidi.

Harga gas domestik Indonesia yang berada di kisaran 6–6,5 dollar AS per MMBTU dinilai belum sepenuhnya mencerminkan keekonomian sektor hulu. Penetapan harga yang terlalu ditekan melalui skema gas murah industri (HGBT) bahkan dinilai menghasilkan kerugian bersih (net loss) jika ditinjau dari aspek ekonomi dan fiskal.

ReforMiner merekomendasikan reformasi tata kelola gas mulai dari penyederhanaan perizinan hulu, jaminan keekonomian investasi infrastruktur, hingga penerapan rentang harga yang fleksibel, bukan harga absolut.

“Tugas utama KKKS adalah memproduksi gas, bukan menghabiskan waktu mengurus ratusan perizinan,” tegas Komaidi.

Dengan target bauran energi yang direvisi, gas bumi diperkirakan tetap menjadi tulang punggung pembangkit listrik dalam jangka menengah. Pada skenario percepatan energi terbarukan (ARED), kebutuhan gas domestik akan naik seiring kebutuhan PLTGU dan PLTG.

“Dalam transisi menuju energi bersih, gas bumi akan memainkan peran jembatan yang tak tergantikan,” ujar Komaidi.