Rencana IPO Subholding Pertamina Dinilai Tidak Melanggar Undang-Undang

Jakarta,Ruangenergi.com-Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyatakan rencana IPO subholding yang akan dilakukan PT Pertamina (Persero) dinilai tidak ada masalah dan tidak ada Undang-Undang yang dilanggar.

Langkah restrukturisasi yang dilakukan terhadap PT Pertamina (Persero) dan rencana IPO terhadap subholding-nya dipastikan tidak melanggar undang-undang yang berlaku.

“Bicara tentang IPO subholding Pertamina itu kan berbeda dengan Pertamina, jadi kalau yang di IPO kan anak perusahaan, dimana memang tidak ada masalah sebenarnya dan tidak ada peraturan yang dilanggar dalam UU,” ujar Mamit, Kamis (30/7/2020).

Mamit menjelaskan harus dibedakan antara Pertamina yang dulu dengan Pertamina yang sekarang, ia menyatakan Pertamina dulu berpedoman Undang-Undang 8 tahun 1971 merujuk kepada Undang-Undang no 44 tahun 1960 dimana saat itu Pertamina mencakup semua hal.

“Kalau berdasarkan UU no 8 tahun 1971 itu kan awal mula berdirinya Pertamina karena itu kan merujuk kepada UU no 44 tahun 1960, dimana fungsi pertamina saat itu adalah sebagai regulator, sebagai perwakilan pemerintah pastinya semuanya ada di situ,” ulasnya.

Merujuk pada UU no 22 tahun 2001, Pertamina berperan menjadi operator dan bisnis, jadi ketika dilakukan IPO terhadap anak perusahaan Pertamina tidak ada masalah.

“Jadi pertamina hanya sebagai operator saja, itu berdasarkan UU no 22 tahun 2001. IPO itu kan suatu wacana ataupun rencana pertamina untuk mencari pendanaan konsolidasi keuangan, dimana prosesnya masih lama, masih butuh waktu, tapi itu pun jika tetap terjadi, saya kira tidak ada yang dilanggar dalam perundang-undangan yang berlaku,” tutur Mamit.

IPO Tidak Perlu Dipersoalkan

Hal senada diungkapkan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Profesor Hikmahanto Juwana menyampaikan rencana initial public offering (IPO) anak usaha atau subholding PT Pertamina (Persero) tidak perlu dipersoalkan karena berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2001, kedudukan Pertamina sama seperti kontraktor asing yang hanya sebagai pemain bisnis. “Sebagai pelaku bisnis, maka rencana IPO subholding Pertamina, sebagai salah satu cara pendanaan BUMN tersebut, tak perlu dipersoalkan. Apalagi, yang akan masuk bursa saham adalah anak perusahaan di bawah Pertamina,” ujar Hikmahanto di Jakarta.

Lanjut Hikmahanto, ketika perusahaan-perusahaan luar negeri yang beroperasi di Indonesia diperbolehkan go public, namun mengapa rencana IPO anak perusahaan Pertamina justru dipermasalahkan. Menurutnya hal penting harus dijaga adalah level induk atau holding Pertamina agar saham negaranya tetap 100 persen.

PGN Sudah Duluan Go Public

Kedudukan Pertamina berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2001, tambahnya, adalah sebagai persero dengan negara memiliki 100 persen saham, sedangkan di level bawahnya, BUMN tersebut juga memiliki anak perusahaan seperti PT Pertamina Hulu Energi dan PT PGN Tbk. “Kalau kita lihat, PGN juga sudah go public. Bahkan, sebelum berada di bawah Pertamina, yaitu ketika masih di bawah negara, PGN juga sudah go public. Mengapa dulu tidak dipermasalahkan?” tuturnya.

Menurut Hikmahanto, saat ini banyak perusahaan migas dunia yang sudah IPO, bahkan tidak sedikit di antaranya, juga beroperasi di Indonesia seperti Saudi Aramco pada 2019, selain itu ExxonMobil. “Tujuannya, untuk mengurangi biaya pemerintah dalam menjalankan perusahaan. Begitu juga Pertamina. Kalau di bawah ini (anak perusahaan) kurang duit, masa minta ke negara lagi? Beban kan,” tegasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *