Jakarta, Ruangenergi.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan pembukaan Indonesia EBTKE ConEx Ke-10. Mengusung tema “Skenario Transisi Energi Menuju Net Zero Emission”, berharap akan lahir skenario akan membantu mencapai net zero emission pada tahun 2060 atau bahkan lebih awal.
Dalam laporannya kepada Presiden Jokowi, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Surya Darma mengatakan METI telah bekerja sama dengan Kementerian ESDM dalam menyelenggarakan Indonesia EBTKE ConEx ke 10 tahun 2021. Tahun lalu, terselenggaranya acar tersebut secara online diikuti lebih dari 4.000 peserta.
“Pengembangan ke arah energi terbarukan belum sepenuhnya diselesaikan, walaupun upaya ke arah itu (energi terbarukan) terus dilakukan oleh Menteri ESDM dan Kementerian terkait lainnya. Tapi ada hal yang substansi ada hal lainnya yang perlu di dukung, di antaranya, RUU Energi Baru Terbarukan yang perlu segera di bahas, agar fokus pada pengembangan energi terbarukan dan jangan mencampurkan nuklir didalamnya. Masalah nuklir biarlah dibahas secara terpisah dalam UU Ketenaganukliran,” papar Surya, (22/11).
Kedua, terkait harga yang berasal dari EBT agar ada landasan peraturan terkait EBT bukan pola negosiasi yang tidak memberikan kepastian waktu dan usaha.
Ketiga, menyiapkan sumber daya manusia secara terpadu agar penguasaan teknologi dan industri energi terbarukan secara perlahan berkembang sesuai dalam perkembangan energi terbarukan dunia.
“Tahun ini Indonesia EBTKE ConEx ke-10 akan berlangsung dari 22-27 November 2021 secara virtual, berkolaborasi dengan kegiatan Investment Day yang diadakan oleh Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, yang meluncurkan 22 proyek energi terbarukan dan penandatanganan beberapa proyek baru, termasuk peluncuran beberapa proyek baru oleh PT PLN (Persero) yang akan dihadiri sebanyak 2.000 peserta dari dalam dan luar negeri secara online,” urainya.
Selain itu, sebagai komitmen pengembangan bagi pelaku usah pengembangan energi terbarukan, METI akan memberikan penghargaan kepada 30 perusahaan yang memiliki komitmen pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi.
Sementara, Menteri ESDM, Arifin Tasrif, dalam sambutannya mengatakan bahwa sebagai upaya meningkatkan penggunaan EBT sebesar 23% pada tahun 2025 dan komitmen NDC pada 2030, Kementerian ESDM telah menerbitkan Green RUPTL.
Di mana, katanya, dalam RUPTL ini Pembangkit EBT yang direncanakan untuk dikembangkan pada 2030 sebesar 20,9 Gigawatt (GW) atau 51,6% dari total kapasitas pembangkit yang akan dibangun.
Pengembangan Pembangkit EBT sebesar 20,9 GW tersebut juga melihat bahwa Indonesia memiliki semua sumber energi terbarukan yang tersebar merata di seluruh Nusantara dengan total potensi mencapai kurang lebih 3.600 GW.
“Potensi EBT yang besar tersebut menjadi salah satu modal utama dalam melaksanakan transisi energi beserta target net zero emission,” paparnya.
“Untuk mendukung pencapaian EBT 23%, NDC dan NZE, Kementerian ESDM terus melakukan kerjasama investasi kepada semua pihak dalam mendukung percepatan aksi target emisi dan dekarbonasi. Dukungan ini dilakukan juga penyederhanaan perijinan dan penguatan regulasi,” imbuhnya.
Sementara, dalam sambutannya, Presiden Jokowi mengatakan, pada saat G20 dan COP ke-26, Indonesia hanya berkutat berbicara mengenai bagaimana skenario global untuk masuk ke transisi energi.
“Pada saat COP ke-26 dan G20, kita hanya berkutat pada skenario untuk masuk ke transisi energi. Tahun lalu sebenarnya sudah masuk ke skenario (scene) ini, tapi belum ketemu. Tahun ini (2021) dibicarakan lagi dan juga scene juga belum ketemu, dijanjikan (investasi) US$ 100 Milar tetapi keluarnya dari mana juga belum ketemu,” katanya.
“Saya sendiri di tanya waktu di G20, kalau untuk NZE Indonesia nanti di 2060. Di Indonesia sendiri sebenarnya kita memiliki kekuatan yang sangat besar mengenai Renewable Energy, 418 GW baik dari hidropower, Geothermal, Bayu, solar panel, biofuel, arus bawah laut, dan lainnya, ini potensi yang sangat besar sekali. Tetapi kita harus ingat dan para pemimpin dunia sudah saya sampaikan bahwa selama ini Pembangkit yang digunakan masih berasal dari energi fosil (murah). Misalnya jika kita alihkan menggunakan EBT dan saat ini harga masih tinggi, pertanyaan siapa yang akan menanggung biayanya, negara kita, enggak mungkin angkanya berapa ratus triliun, atau dibebankan masyarakat dengan tarif listrik naik, juga tidak mungkin. Ramai nanti, gegeran, karena kenaikannya sanagt tinggi sekali. Wong naiknya 10-15% saja demonya 3 bulan. Ini naiknya 2 kali lipat, tidak mungkin. Pertanyaan skenario nya seperti apa. Itu yang saya tugaskan kepada Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves), Menteri ESDM dan Menteri BUMN,” tegas Jokowi.
Lebih lanjut, Jokowi mengatakan, untuk itu dalam melaksanakan itu yang kongkret-kongkret saja, yang penting itungan angkanya riil.
“Kita mentransmisikan ini pasti ada yang naik. Pas naik ini, pertanyaannya siapa yang bertanggung jawab, Pemerintah, Masyarakat, atau masyarakat global, apakah mau mereka nombokin ini. Ini bukan sesuatu yang mudah, tetapi negara kita sekali lagi memiliki potensi yang sangat besar,” tuturnya.
Untuk itu, Jokowi meminta kepada semua pihak untuk mendukung bagaimana skenario transisi energi ini bisa berjalan lebih cepat, lebih baik
“Ini merupakan PR besar kita dalam rangka transisi energi, ini nanti akan kita ulang lagi tema itu di G20 tahun depan di Bali. Untuk itu, dengan ini saya nyatakan Indonesia EBTKE ConEx ke-10 tahun 2021 resmi dibuka,” tutupnya.