REVOLUSI HIJAU ITB: Inovasi ‘Phytomining’ Ubah Sampah Tambang Menjadi Bahan Bakar Masa Depan!

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Bandung, Jawa Barat, ruangenergi.com – Lima mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang tergabung dalam tim Phytomaxxing berhasil meraih prestasi gemilang di ajang International Process Metallurgy Conference (IPMC) 2025 pada Senin (13/10/2025). Mereka memenangkan kategori Student Paper Competition dengan inovasi yang tidak hanya menyelesaikan masalah lingkungan, tetapi juga menciptakan sumber energi baru dari limbah!

Dikutip dari website ITB, tim yang beranggotakan mahasiswa dari lima program studi berbeda—mulai dari Rekayasa Pertanian, Teknik Bioenergi dan Kemurgi, Teknik Material, Teknik Industri, hingga Teknik Informatika—ini mengusung konsep revolusioner yang mereka sebut “Dual Valorization of Zinc Waste in Central Kalimantan’s Tailings through Enhanced Phytomining”

Karya Phytomaxxing berfokus pada pemanfaatan tanaman Panicum maximum untuk membersihkan limbah seng (Zn) dari tailings (sisa penambangan) di Kalimantan Tengah. Inilah yang membuat inovasi ini “gila”:

  1. Limbah Diserap: Tanaman bertindak sebagai pembersih alami (hyperaccumulator) yang menyerap limbah Zn dari tanah.

  2. Jadi Bioetanol: Biomassa tanaman ini kemudian tidak dibuang, melainkan diolah menjadi Bioetanol, sumber energi terbarukan.

  3. Logam Diekstrak Lagi: Residu padatnya bahkan diproses kembali (acid leaching) untuk mengekstraksi sisa logam.

Pendekatan Circular Metallurgy ini tidak hanya memulihkan kualitas tanah, tetapi juga memberikan nilai ekonomi ganda dari limbah yang selama ini menjadi masalah besar.

Phytomining menggabungkan dua bidang ilmu yang berbeda dan berpotensi besar untuk memperbaiki isu lingkungan akibat limbah metalurgi. Kami berharap ini membuka peluang riset agar konsep ini dapat diterapkan secara nyata di Indonesia,” ujar Ravi Adriansyah dari Teknik Material.

Kompetisi ini bukan kompetisi biasa. Salah satu anggota tim, Muhammad Rigel Alhuda (Teknik Industri), menyebut sesi tanya jawab di final berlangsung hingga 45 menit, jauh lebih lama dari durasi kompetisi pada umumnya.

“Ini lomba keren dan gokil banget, sih! Soalnya baru pertama kali merasakan QnA session di final sampai 45 menit! Sudah seperti sidang akhir Tugas Akhir. Belajar banyak pokoknya!” kata Rigel.

Meskipun menghadapi tantangan klasik seperti kendala teknis dan kesulitan mengatur waktu di antara Ganesha dan Jatinangor, tim ini menunjukkan kolaborasi yang luar biasa.

Hanif Yusran Makarim (Rekayasa Pertanian) membagikan kunci sukses mereka: “Kuncinya pahami lombanya, cari tahu siapa jurinya, dan sesuaikan gaya presentasi serta cara menjawabmu. Apalagi jika setiap anggota menguasai keilmuan yang berbeda dan mendalam, akan lebih mudah menghadapi berbagai perlombaan.”

Inovasi Tim Phytomaxxing membuktikan bahwa kolaborasi lintas ilmu di ITB memiliki potensi besar untuk mendorong energi berkelanjutan dan industri hijau masa depan di Indonesia.