Riki F.Ibrahim : Dukung API Wujudkan Indonesia Geothermal Center of Excellence di tahun 2045.

Jakarta, RuangEnergi.ComAsosiasi Panas Bumi Indonesia (API) beberapa waktu lalu melakukan dengar pendapat dengan Komisi VII DPR untuk memberikan masukan dan melaporkan pengembangan pemanfaatan energi panas bumi.

Terkait dengan hal itu, Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (Persero),Riki Firmandha Ibrahim menyatakan, sebagai IPP plat merah yang juga direktur utama-nya duduk sebagai pembina API/Inaga sangat mendukung paparan yg disampaikan oleh pengurus. Paparannya sudah cukup baik, tetapi perlu diperjelas lagi maksud dan tujuannya karena Pemerintah sudah memberikan banyak Insentif-Insentif dari pengembangan Panas Bumi. Seperti apa yang dimaksudkan dan dikehendaki oleh asosiasi disampaikan secara detil agar masukan tersebut dapat ditindak lanjuti oleh Komisi VII DPR dan Pemerintah.

“Pemerintah sudah mengeluarkan UU Cipta Kerja, atau lebih  dikenal dengan istilah Omnibus Law. Mari kita dukung UU ini sampai dikeluarkannya PP serta Permen dari masing-masing Menteri. Inilah yg yg lebih konkrit kita harus lakukan,” tutur Riki F.Ibrahim kepada ruangenergi.com, Kamis(3/12/20)

Lebih jauh Riki menuturkan, untuk percepatan pengembangan panas bumi, asosiasi diharapkan dapat memberikan masukan secara detil dalam PP dan Permen dari masing-masing menteri. Iklim dan dinamika dunia sudah berubah cepat dan apabila kita tidak mengikuti perubahan dunia maka kita akan tertinggal jauh.

Untuk pengembangan panas bumi, saat ini pemerintah sudah berupaya memberikan kemudahaan pembiayaan eksplorasi melalui Goverment Drilling yang akan dilakukan oleh SMI bersama Geo Dipa untuk PISP (Pembiayaan Infrastruktur/Eksplorasi Panas Bumi), Pembiayaan SOE/BUMN dan Pembiyaan IPP (GREM), namun kejelian atau profesional perusahaan dalam menurunkan risiko (meningkatkan Probabilitas) ini sangat diperlukan sekali.

Menurutnya, eksplorasi membawa banyak kompleksitas yang harus diselesaikan. Eksplorasi tidak hanya pekerjaan bor lalu selesai, namun harus pula memikirkan pengamanan masalah Safeguard, yaitu memberikan penjelasan yang lengkap mengenai sosial masyarakat dan lingkungan yang sampai hari ini perusahaan pengembang EBT belum memahami dengan baik dan memikirkan pentingnya hal ini. Tidak itu saja, masalah keekonomian proyek terhadap eksplorasi dan eksploirtasi yg mengandung probabilitas perhitungan komersial.

Harga listrik kedepan menjadi tuntutan masyarakat dunia dalam menjelaskan definisi ramah lingkungan dan akrab dengan isu sosial serta sustainability.

“Harga EBT harus ikut kompetisi secara keekonomian (harga PV/PLTS Capex yang rendah hanya sekitar 0.4-0.8 juta USD per MW) dan harus dapat memberikan manfaat-manfaat dari definisi ramah lingkungan dan akrab dengan isu sosial serta sustainability”,jelasnya

Dia menuturkan, komponen yg paling dominan dalam harga listrik panas bumi itu adalah biaya drilling (elsplorasi dan eksploitasi) dan biaya Pembakit Listriknya (Turbin dan Generator). Dua komponen inilah yg masing-masing mencapai 90-95% dari 100% komponen biaya.

Saat ini isu biaya drilling (eksplorasi dan eksploitasi) sudah ditangani pemerintah, bagaimana kedepan dengan isu TKDN, apakah Indonesia bisa mendorong TKDN ataukah dilakukan seperti PV/PLTS di Portugal, Timur Tengah, Mexico, Brazil dimana diberikan bebas biaya masuk Import plus diberikan pula tanah.

“Terkait dengan isu sosial, banyak hal yang asosiasi harus lakukan dan tidak hanya bergantung kepada pemerintah. Potensi panas bumi belum optimal dimanfaatkan. Saatnya semua sektor bersatu padu melakukan sinergi mewujudkan Indonesia Geothermal Center of Excellence di tahun 2045,”tutup Riki F.Ibrahim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *