wkp panasbumi

Road Map Panas Bumi Untuk Pencapaian 23 Persen di 2025

Jakarta,Ruangenergi.comDirektorat Jenderal Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) memastikan road map panas bumi untuk pencapaian 23 persen di tahun 2025.

Saat ini Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang terpasang sudah 2.130 MW artinya diperlukan tambahan sebesar 5.650 MW sampai dengan tahun 2030.

“Kita selalu punya roadmap sebenarnya…..sejak kita punya target-target untuk pencapaian 23% di 2025. Tiap tahun roadmap kita update. Tidak ada sosialisasi khusus untuk roadmap ini. Tiap acara webinar selalu kita sampaikan. Target total pembangkit yang akan kita pasang, sesuai roadmap 2019 sebesar 8.000 MW. Kemudian di 2020 kita update menyesuaikan pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ketenagalistrikan dan juga proyek-proyek yang ada di lapangan, kita koordinasikan kembali dengan teman-teman pengembang, PT PLN dan Ditjen Gatrik, target yang terbangun/terpasang di 2030 menjadi 7.780 MW. Saat ini yang terpasang sudah 2.130 MW artinya diperlukan tambahan sebesar 5.650 MW sampai dengan tahun 2030,” kata Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Ida N.Finahari kepada ruangenergi.com,Kamis (19/11/2020) di Jakarta.

Dalam catatan ruangenergi.com,Rencana Strategis (Renstra) Kementerian ESDM terkait Panas Bumi sesuai dengan Permen Nomer 16 Tahun 2020 adalah sebagai berikut:

PLTP
Penambahan kapasitas PLTP selama 5 (lima) tahun ke depan sebesar 1.027 MW melalui pembangunan PLTP di wilayah Indonesia Barat yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan,
Lampung, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa
Barat.

Sedangkan untuk Indonesia Tengah dan Timur di wilayah Bali, NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi
Utara dan Sulawesi Tengah, termasuk pengembangan Flores geothermal island dan Halmahera industrial cluster based geothermal energy.

Target penambahan kapasitas PLTP tersebut dicapai dengan:
a) Pendanaan eksplorasi panas bumi oleh Pemerintah dalam rangka menurunkan risiko dan biaya;
b) Pemberian insentif Levelized Cost of Electricity (LCOE) sebagai perwujudan reimbursement terhadap biaya-biaya yang pada hakikatnya bukan tanggung jawab pengembang atau kebijakan penetapan harga
listrik untuk mencapai keekonomian proyek panas bumi;
c) Fasilitasi akses pendanaan proyek;
d) Regulasi dan advokasi untuk pemanfaatan di
kawasan konservasi;
e) Social-engineering untuk dukungan masyarakat;
f) Penciptaan demand dengan pengembangan klaster
ekonomi; dan
g) Integrasi dan kolaborasi dalam sistem pengelolaan dan perbaikan tata kelola

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *