RUPTL PLN 2025–2034 Resmi Diluncurkan, Proyeksi Ciptakan 1,7 Juta Lapangan Kerja Baru

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, ruangenergi.com – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi meluncurkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) untuk periode 2025 hingga 2034. Rencana strategis ini menjadi pilar utama dalam mendukung target Indonesia mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (26/5), menegaskan bahwa meskipun sejumlah negara mulai mundur dari komitmen Paris Agreement, Indonesia tetap konsisten melanjutkan transisi energi sesuai kemampuan nasional serta memperhatikan aspek ketersediaan dan keekonomian energi.

“Transisi energi bukan sekadar komitmen internasional, tetapi soal keberlanjutan masa depan bangsa. Kita harus melaksanakannya dengan pendekatan yang realistis dan adil,” kata Bahlil.

RUPTL 2025–2034 menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 gigawatt (GW) dalam sepuluh tahun mendatang. Porsi terbesar—sekitar 76%—akan berasal dari sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) dan teknologi penyimpanan energi. Dalam lima tahun pertama, ditargetkan pembangunan pembangkit sebesar 27,9 GW, terdiri dari gas (9,2 GW), EBT (12,2 GW), sistem penyimpanan (3 GW), serta 3,5 GW dari pembangkit batubara yang sudah hampir rampung konstruksinya.

Selanjutnya, pada periode lima tahun kedua, fokus pembangunan beralih hampir sepenuhnya ke EBT dan sistem penyimpanan, dengan total kapasitas 37,7 GW. Hanya 3,9 GW yang masih berasal dari energi fosil.

Jenis EBT yang akan dikembangkan mencakup tenaga surya (17,1 GW), angin (7,2 GW), panas bumi (5,2 GW), hidro (11,7 GW), dan bioenergi (0,9 GW). Pemerintah juga mulai membuka jalan bagi energi baru seperti nuklir, dengan rencana pembangunan dua reaktor modular kecil berkapasitas 250 MW di Sumatera dan Kalimantan.

Peningkatan keandalan sistem kelistrikan turut diperkuat melalui pengembangan jaringan transmisi sepanjang 48.000 kilometer sirkuit dan pembangunan gardu induk dengan kapasitas total 108.000 megavolt ampere (MVA) yang tersebar dari Sumatera hingga Papua.

“Kalau kita bangun pembangkit tapi jaringannya tidak tersedia, PLN tetap harus membayar take or pay. Maka kita pastikan jaringan juga dibangun seiring,” ujar Bahlil.

Dari sisi ekonomi, proyek ini diperkirakan membuka peluang investasi senilai Rp2.967,4 triliun. Sebagian besar—sekitar 73%—kapasitas pembangkit direncanakan dikembangkan melalui skema kemitraan swasta atau Independent Power Producer (IPP), sementara sisanya dikerjakan langsung oleh Grup PLN.

Salah satu dampak signifikan dari implementasi RUPTL ini adalah terciptanya lebih dari 1,7 juta lapangan kerja baru. Serapan tenaga kerja akan melibatkan banyak sektor, dari tahap perencanaan, konstruksi, hingga operasional, terutama pada pembangunan infrastruktur EBT yang padat karya.

RUPTL PLN 2025–2034 juga membawa misi pemerataan energi, terutama di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Melalui Program Listrik Desa, pemerintah menargetkan elektrifikasi 5.758 desa yang belum dialiri listrik, dengan membangun pembangkit berkapasitas 394 MW dan menyambungkan listrik ke 780 ribu rumah tangga.

“Energi bukan sekadar kebutuhan, tapi bentuk nyata dari pemerataan dan keadilan. Sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, kami pastikan seluruh desa yang belum menikmati listrik akan mendapat akses penuh sebelum 2029,” tegas Bahlil.

Dokumen RUPTL ini menjadi acuan strategis pembangunan sektor kelistrikan selama satu dekade ke depan, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam membangun sistem energi yang andal, bersih, dan berkelanjutan demi pertumbuhan ekonomi yang inklusif.