Saatnya Pemerintah Koreksi Harga Jual Solar Subsidi

Jakarta, Ruangenergi.com – Pengamat Energi, Sofyano Zakaria mengatakan, bahwa untuk menghindari penyalahgunaan dan penyelewengan peruntukannya, sudah saatnya Pemerintah mengkoreksi harga jual Solar Subsidi sehingga rentang harganya dengan Solar Non Subsidi semakin tipis.

“Idealnya rentang harga jual Solar Subsidi dengan Solar Non Subsidi maksimal Rp 1.000 per liter. Kalau saat ini disparitasnya sangat besar mencapai Rp 4.350 per liter, karena harga Solar Subsidi hanya Rp 5.150 per liter sedangkan harga Solar Non Subsidi Rp 9.500 per liter,” kata Sofyano di Jakarta, Rabu (20/10/2021).

Menurut Direktur Puskepi (Pusat Studi Kebijakan Publik) ini, seharusnya kuota Solar Subsidi tidak ditentukan berdasarkan per lembaga penyalur (SPBU) seperti yang diberlakukan BPH Migas saat ini, tetapi per wilayah sehingga jika terjadi kekosongan pada SPBU-SPBU maka pihak Patra Niaga bisa melakukan kebijakan menambah kuota Solar demi tetap terlayaninya kebutuhan masyarakat.

“Kekosongan Solar Subsidi yang terjadi juga kurang tepat jika disebut sebagai kelangkaan, karena yang terjadi dan tentunya bisa dibuktikan bahwa kekosongan tersebut hanya terjadi pada beberapa SPBU di sejumlah Kabupaten/Kota tertentu saja,” tukasnya.

Logikanya, kata dia, jika kekosongan solar subsidi terjadi pada seluruh SPBU yang ada di seluruh Kabupaten/Kota di beberapa Provinsi, tentu seluruh media dan elit politik maupun elit masyarakat pasti sudah bersuara macam-macam.

“Saya juga meyakini kekosongan Solar Subsidi di beberapa SPBU bukan berarti bahwa stock BBM Solar (B30) di negeri ini menipis atau bermasalah. Karena ini bisa dibuktikan dengan tidak terganggunya distribusi atau penjualan Solar B30 untuk keperluan Industri dan marines (kapal-kapal). Jika Solar bermasalah tentu nya pihak industri dan pelayaran pasti sudah “berteriak”,” paparnya.

Menurutnya, agar soal kekosongan Solar yang terjadi baru-baru ini tidak dipolitisir atqu didramatisir pihak tertentu, maka pihak Pertamina dan juga BPH Migas sebaiknya menyampaikan ke publik, SPBU mana saja yang sempat mengalami kekosongan Solar Subsidi dan apa penyebabnya.

“Bukankah Pertamina sudah melakukan program digitalisasi juga pada SPBU-SPBU jadi tentunya masalah kekosongan SPBU sangat mudah dan cepat bisa diketahui terjadinya dan apa penyebabnya,” cetusnya.

Pada kesempatan itu, ia juga meminta agar pihak POLRI aktif dalam pengawasan di lapangan. Hal ini penting mengingat keterbatasan jumlah SDM pada BPH Migas untuk melakukan pengawasan khususnya terhadap ditribusi Solar Subsidi.

“Seharusnya Pemerintah meminta agar pihak POLRI juga aktif membantu BPH Migas melakukan pengawasan di lapangan,” pungkasnya.(SF)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *