Jakarta,ruangenergi.com-Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, pemerintah sedang menyiapkan peraturan presiden (Perpres) untuk memperluas implementasi teknologi Penangkapan dan Penyimpanan Karbon atau Carbon Capture and Storage (CCS).
Perpres CCS disiapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), bekerja sama dengan kementerian terkait di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves).
Saat ini pemerintah sedang menyusun Peraturan Presiden tentang CCS di luar kegiatan hulu migas untuk mendukung pengurangan emisi dari industri lainnya.
“Peraturan ini juga diharapkan dapat menjadikan Indonesia sebagai pusat CCS di kawasan Asia Tenggarakata dia dalam acara International & Indonesia Carbon Capture Storage (IICCS) Forum 2023, di Hotel Mulia, Jakarta, Senin (11/9/2023).
Tutuka lantas menceritakan bagaimana Kanada, Amerika Serikat (AS) Inggris, dan Australia memiliki kebijakan terkait CCS yang sangat baik. Negara-negara itu juga memberikan insentif yang lebih tinggi untuk investasi dari sektor swasta sehingga kegiatan CCS lebih maju dan mapan.
“Hal ini dapat menjadi pembelajaran untuk memperkaya perbaikan regulasi CCS di Indonesia,” ungkap Tutuka.
Tutuka mengakui, dalam mengembangkan kebijakan dan membuat peraturan mengenai CCS, pemerintah menghadapi tantangan yang tidak mudah sehingga perlu mendengarkan dan belajar dari pihak lain yang memiliki pengetahuan yang komprehensif mengenai CCS.
“Kami percaya bahwa kemitraan dan kerja sama internasional sangat penting,” ujar Tutuka.Saat ini, terdapat 15 proyek CCS/CCUS di sektor migas yang sedang dalam tahap studi percontohan, dan salah satunya sedang dalam tahap uji coba.Proyek-proyek ini membutuhkan kemajuan teknologi dan kolaborasi keuangan,” ungkap pria yang juga guru besar di Institut Teknologi Bandung(ITB).
Berdasarkan grafik sementara dari penelitian, potensi penyimpanan di sektor minyak dan gas sekitar 4,31 gigaton CO2. Potensi kapasitas penyimpanan yang sangat besar itu dapat digunakan lebih cepat untuk mendukung pengurangan emisi.
Pada gelaran forum Internasional tersebut, Tutuka juga mengungkapkan bahwa di kawasan Asia-Pasifik seperti Pemerintah Jepang dalam Rencana Energi Strategisnya menyatakan untuk mencapai emisi NZE pada tahun 2050, di mana CCS memiliki peran penting. Di Tiongkok, Dewan Negara Tiongkok juga telah mengeluarkan lebih dari 10 kebijakan dan pedoman nasional untuk mempromosikan CCS.
Selain itu, pemerintah Thailand juga mengindikasikan bahwa mereka juga akan mengembangkan undang-undang setempat. Bahkan Indonesia dan Malaysia juga telah mengambil langkah-langkah untuk mengembangkan undang-undang penyimpanan karbon dioksida secara geologis.
“Indonesia tetap menjadi pendukung CCS dan tampaknya menjadi pelopor penerapan CCS di Asia Tenggara. Visi luas CCS Indonesia adalah memberikan pengurangan tingkat proyek, sekaligus membuka peluang bagi negara untuk menjadi fasilitas penyimpanan di kawasan tersebut,“ ungkap Tutuka optimis.
Lebih lanjut, Tutuka mengatakan bahwa negara Kanada, Amerika Serikat, Inggris, dan Australia memiliki kebijakan terkait CCS terbaik. Penerapan CCS di negara-negara tersebut dilakukan dengan memberikan tingkat insentif yang lebih besar bagi investasi sektor swasta sehingga kegiatan CCS lebih maju dan mapan. Hal ini dapat menjadi pembelajaran untuk memperkaya perbaikan regulasi CCS khususnya di Indonesia.
Menurutnya, mengembangkan kebijakan dan menetapkan peraturan tentang CCS sangatlah menantang. Dengan demikian pada forum yang menghadirkan narasumber dari berbagai stakeholders di kawasan ASEAN tersebut, Pemerintah Indonesia perlu mendengar dan belajar dari pihak lain untuk memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang CCS.
“Kami berharap forum ini dapat meningkatkan kesadaran akan potensi CCS dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, khususnya bagi Indonesia dalam memenuhi NZE pada tahun 2060. Ini juga merupakan peluang yang baik jika kita dapat mengoptimalkan potensi Indonesia sebagai hub pengembangan CCS di masa depan di Kawasan Asia Tenggara” pungkas Tutuka.
Selain pengembangan CCS/CCUS, komitmen Indonesia untuk mengatasi perubahan iklim dan penguarangan emisi gas rumah kaca juga ditunjukkan dalam beberapa program seperti konversi pembangkit listrik tenaga diesel ke gas yang akan dilaksanakan di 47 lokasi dengan total kapasitas 3.220 Mega Watt.
Dekarbonisasi juga dilakukan di sektor transportasi melalui mandatori biofuel B35 yang diterapkan sejak Februari 2023. Implementasi program kendaraan listrik juga dipercepat dengan memberikan insentif bagi sepeda motor listrik.