Santri Cipasung Guncang Dunia Otomotif! Temuan Katalis Hidrogen Muhammad Irfansyah Dipatenkan di AS dan Korea

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Sukabumi, Jawa Barat — Kabar membanggakan datang dari kancah sains global. Seorang pemuda asal Sukabumi, Muhammad Irfansyah Maulana (26), alumni Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, berhasil mencatatkan namanya sebagai penemu yang karyanya diakui dunia.

Temuan Irfan, sapaan akrabnya, berupa katalis canggih untuk kendaraan berbasis fuel cell hidrogen, sukses meraih hak paten dari Amerika Serikat dan Korea. Prestasi ini sekaligus mengantarkannya meraih gelar Doctor of Philosophy (PhD) dari Daegu Gyeongbuk Institute of Science and Technology (DGIST), Korea Selatan, pada 17 November 2025.

Penelitian Irfan yang berjalan selama lima tahun ini berfokus pada peningkatan efisiensi fuel cell (sel bahan bakar), sebuah teknologi yang menghasilkan listrik hanya dengan produk sampingan berupa air, bukan emisi karbon. Hal ini menjadikannya solusi transportasi paling ramah lingkungan.

“Itulah mengapa fuel cells sangat ramah lingkungan, karena produk sampingnya tidak menghasilkan emisi karbon seperti bensin, melainkan hanyalah air,” jelas Irfan dikutip dari website  NU Online, (26/11/2025).

Namun, Irfan mengungkap masalah utama yang menghambat performa fuel cell: reaksi Oxygen Reduction Reaction (ORR) yang berjalan sangat lambat. Untuk mempercepatnya, diperlukan katalis, yang selama ini umumnya menggunakan Platinum (Pt) yang mahal dan tidak tahan lama (gampang korosi).

Di sinilah peran penting temuan Irfan. Ia bersama timnya di Korea berhasil merekayasa katalis baru yang lebih unggul.

“Kami mengembangkan katalis dengan paduan PtCo intermetalik berdoping nitrogen. Dengan merekayasa struktur katalis pada level atom ini, katalis yang kita kembangkan memberikan aktivitas ORR lebih tinggi dan stabil,” papar Irfan.

Artinya, kendaraan hidrogen kini dapat bekerja lebih efisien dan memiliki umur pakai yang jauh lebih panjang berkat katalis intermetalik temuan Irfan. Publikasi hasil risetnya pun telah dimuat di jurnal paling bergengsi di dunia bidang kimia, Journal of the American Chemical Society (JACS).

Hak Paten di USA

Pemberian hak paten di Amerika Serikat dan Korea bukan tanpa alasan. Irfan menyebut, ekosistem hidrogen dan fuel cells di kedua negara tersebut sudah matang dan diakui sebagai pemimpin industri otomotif.

“Industri otomotif telah memainkan peran penting dalam produksi kendaraan hidrogen untuk mobil, bus, dan truk. Kini, mereka sedang memperluas aplikasinya untuk kereta dan pesawat,” ungkap Irfan, yang juga menjabat sebagai Sekretaris PCINU Korea Selatan.

Meskipun sukses di luar negeri, Irfan tetap optimis tentang peluang pengembangan temuannya di Indonesia. Ia realistis bahwa hal ini membutuhkan komitmen jangka panjang dari pemerintah.

“Di Indonesia, ekosistem hidrogen dan fuel cells sedang berkembang. Sudah mulai dibangun infrastruktur terkait seperti stasiun pengisian hidrogen (HRS) oleh PLN dan Pertamina,” katanya.

Namun, ia menegaskan pentingnya membangun infrastruktur hidrogen, mengalokasikan anggaran kolaborasi RnD, dan melakukan transfer teknologi bersama ilmuwan Indonesia di luar negeri, daripada terus bergantung pada perusahaan asing.

“Korea butuh waktu 25 tahun untuk buat Samsung dan Hyundai jadi raksasa industri di dunia,” tegas Irfan, memberi perbandingan bahwa membangun kemandirian teknologi memang butuh waktu.

Kisah Irfan adalah inspirasi nyata. Ia menamatkan pendidikan MTs dan SMA di Pondok Pesantren Cipasung (2010-2016) sebelum melanjutkan S1 di UPI Bandung dan langsung mendapat kesempatan fast-track S3 di Korea melalui beasiswa bergengsi.

Irfan mengaku mulai menyukai Kimia saat nyantri, didorong keinginan untuk menjadi santri yang melek teknologi. Pengasuh Pesantren Cipasung pun mendukung penuh niatnya.

“Di pesantren, kita diajarkan disiplin, tekun, rendah hati, jujur (berintegritas), dan cinta ilmu. Lima hal itu adalah fondasi utama untuk menjadi ilmuwan,” ujarnya.

Sebagai penutup, peraih penghargaan Best Researcher DGIST tahun 2024 ini berpesan kepada seluruh pelajar: “Bermimpilah setinggi mungkin, lalu belajar dan berdoa sekuat mungkin. Jangan batasi diri hanya karena kita berasal dari desa, pesantren, atau keluarga sederhana. Ilmu itu milik semua orang yang bersungguh-sungguh mencarinya.”