Jakarta, Ruangenergi.com – Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI) Sofyano Zakaria menilai, kenaikan Harga Jual BBM dan elpiji tidak harus disampaikan ke publik akibat tingginya harga minyak dunia dan beratnya beban APBN saja, tetapi harus terkait juga dengan hal lain misalnya karena kepatutan harga jual yang ada.
“Contoh, Harga Jual Solar subsidi yang hanya Rp 5.150/liter hampir sama dengan harga air mineral, ini sangat bisa dinilai tidak patut. Sementara publik paham bahwa pengguna solar subsidi dominan adalah pengusaha yang pasti memperoleh keuntungan materi dari penggunaa solar subsidi,” kata Sofyano dalam pesan tertulisnya yang diterima Ruangenergi.com di Jakarta, Senin (22/8/2022).
“Demikian juga dengan HET Elpiji 3kg Nasional sebesar Rp 4.250/kg yang tidak pernah dikoreksi naik sejak dulu, sementara Harga Jual di masyarakat sudah melampaui acuan HET LPG Nasional, ini bisa dipahami publik sebagai memberi keuntungan bagi penyalur elpiji saja,” sambungnya.
Menurut Sofyano, menaikkan harga jual BBM dan Elpiji 3 kg pasti akan berbuntut pada meningkatnya inflasi, tetapi harusnya ini jangan jadi “momok” yang diyakini bisa selalu berdampak negatif namun perlu disikapi dengan mencari cara bagaimana inflasi bisa dikendalikan.
“Mengurangi beban subsidi tidak harus dengan menaikan harga jual tetapi bagaimana pemerintah punya kemauan politik yang kuat buat mengendalikan penggunaan BBM dan Elpiji secara benar dan tepat, dengan menentukan dalam Peraturan yang tegas dan punya sanksi yang jelas siapa yang berhak atas BBM dan Elpiji bersubsidi,” jelas Sofyano.
Pemerintah, kata Sofyano, perlu punya “keberanian” yang jelas dalam menentukan pengguna dan juga pengawasan penyaluran Solar subsidi, Pertalite dan Elpiji bersubsidi, karena hal itu selama ini nyaris tak berjalan dengan benar sehingga kuota selalu jebol.
“Sudah saatnya Pemerintah tegas menentukan pengguna solar subsidi hanya untuk kendaraan angkutan barang dan penumpang maksimal Roda 6 dengan nomor polisi plat kuning saja. Sedangkan bagi kendaraan plat hitam yang ingin mendapat solar subsidi, beri kemudahan untuk menjadi plat kuning. Selain itu harus pula ditentukan dengan tepat jumlah solar subsidi yang bisa dibeli pada setiap harinya,” paparnya.
Sementara untuk menekan subsidi pada Elpiji 3kg, lanjut dia, Pemerintah harusnya bisa mengikuti kebijakan yang dilakukan beberapa pemda yang menaikan HET lpg bersubsidi di daerah nya dan ternyata tidak menimbulkan penolakan dari rakyat daerah.
“Jika Pemerintah menaikan HET LPG3kg Nasional menjadi sebesar Rp 20.000/tabung dan berlaku nasional, diyakini ini tidak akan mendapat protes signifikan dari rakyat karena selama ini harga beli masyarakat ada pada kisaran tersebut,” tukasnya.
Lebih jauh ia mengatakan, Pemerintah juga perlu membuat aturan yang jelas terhadap siapa pengguna yang berhak atas BBM Pertalite tanpa perlu menaikan harga jualnya. Jika saja Pertalite hanya diperuntukan bagi sepeda motor dan kendaraan roda empat plat kuning, maka pasti mengurangi beban subsidi yang signifikan.
“Namun menaikan Harga Jual BBM dan Elpiji sebaiknya dilakukan pada periode Pemerintahan yang akan datang saja menunggu dampak akibat Covid-19 mereda dan untuk sementara Pemerintah sebaiknya mellakukan pengendalian dengan menetapkan siapa pengguna yang berhak dan melakukan pengawasan secara ketat dengan satuan tugas pengawasan nasional yang dibentuk khusus untuk itu.” Demikian Sofyano Zakaria.(SF)