Jakarta, Ruangenergi.com – Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat selama periode Januari-Juni 2022 terdapat sembilan gunung api mengalami erupsi, baik eksplosif maupun efusi di Indonesia.
Ke-9 gunung api itu adalah Dempo, Merapi, Semeru, Anak Krakatau, Ili Lewotolok, Soputan, Karangetang, Ibu, dan Dukono. Selain itu, terdapat dua gunung api yang erupsinya disertai awan panas, serta tiga gunung api yang aktivitasnya disertai guguran lava.
Sekretaris Badan Geologi Kementerian ESDM Ediar Usman mengatakan, saat ini terdapat lima gunung api dengan tingkat aktivitas level III atau Siaga yakni Anak Krakatau, Merapi, Semeru, Ili Lewotolok dan Awu, 15 gunung api level II atau Waspada, dan 48 gunung api level I atau Normal. Terakhir, pada 28 Juli 2022, tingkat aktivitas Gunung Raung, Jawa Timur, terpantau naik dari level I ke II.
“Selain itu terjadi 10 kejadian gempa bumi merusak di Tobelo, Pandeglang, Talaud, Pasaman Barat, Sukabumi, Seram Barat, Kendari, Halmahera Utara, Maluku Barat Daya, dan Mamuju,” kata Ediar dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat (05/8/2022).
Menurut Ediar, pihaknya selalu merekomendasi pemerintah daerah terkait potensi kebencanaan, baik letusan gunung api, gerakan tanah, gempa bumi, dan tsunami.
“Semua data evaluasi geologi dan pemantauan terhadap potensi letusan gunung api dan gerakan tanah disampaikan langsung kepada pemda dan juga pihak terkait lainnya di daerah. Selanjutnya, data-data tersebut dapat disampaikan kepada masyarakat setempat,” ujarnya.
Sementara, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM Hendra Gunawan menyampaikan informasi Badan Geologi kepada pemda sifatnya adalah rekomendasi.
“Badan Geologi selalu memberikan rekomendasi ke semua daerah di Indonesia. Kami memberikan peta potensi gerakan tanah, yakni daerah mana saja yang berpotensi terjadi gerakan tanah ke depan. Di awal bulan, rekomendasi selalu dikirimkan. Badan Geologi juga memberikan rekomendasi terkait tempat relokasi dan saran teknis kepada pemda apabila terjadi gerakan tanah,” paparnya.
Hendra pun mengimbau pemda selalu mengikuti rekomendasi Badan Geologi agar mitigasi bencana geologi berjalan optimal dan meminimalisasi jatuhnya korban jiwa dan harta benda.
“Badan Geologi akan terus berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) karena penanggulangan bencana tidak dapat dilakukan sendiri,” ujarnya.
Selain itu, kata dia, koordinasi juga dilakukan dengan BMKG dalam menangani mitigasi gerakan tanah maupun gempa bumi dan tsunami, di mana pihaknya memerlukan data sekunder dari BMKG dan Badan Riset Nasional (BRIN).
“Kami berharap kerja sama berjalan dengan baik, sehingga menghindari adanya korban dan dapat mengantisipasi daerah-daerah yang berpotensi,” ujarnya.
Hendra menambahkan upaya mitigasi bencana geologi bermanfaat untuk memberikan arahan kepada pemda dan memberi kepastian terkait tindak lanjut kebijakan pemda dalam pemberian pelayanan kebencanaan. Selain itu terdapat rekomendasi pembangunan kembali daerah bencana dan lahan relokasi pascabencana.
“PVMBG juga tetap melakukan pendampingan dalam penyusunan rencana kontingensi, edukasi kepada masyarakat, serta penyusunan kebijakan terkait tata ruang, peta risiko, dan lain-lain. Manfaat dari mitigasi bencana geologi akan semakin terasa dengan adanya penguatan jejaring kerja antar-kementerian dan lembaga terkait, serta pemda,” pungkasnya.(SF)