Seminar Nasional Fakultas Hukum Universitas Airlangga: Memetakan Potensi Bisnis Gas di Era Transisi Energi dalam Aspek Hukum dan Penyelesaian Sengketa

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Surabaya, ruangenergi.com – Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH UNAIR) menggelar Seminar Nasional bertajuk “Memetakan Potensi Bisnis Gas di Era Transisi Energi dalam Aspek Hukum dan Penyelesaian Sengketa” yang diselenggarakan di Ruang Aula Pancasila, Fakultas Hukum Universitas Airlangga pada Kamis, 28 November 2024. Seminar ini merupakan wujud nyata sinergi dan kerjasama strategis antara Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Badan Arbitrase Sengketa Energi Indonesia (BASE), dan Asosiasi Praktisi Hukum Minyak Gas dan Energi Terbarukan (APHMET).

Seminar ini dibuka oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Iman Prihandono,S.H, M.H, LL.M, Ph.D. Dalam sambutannya, Iman mengapresiasi terselenggaranya seminar ini dengan harapan dunia akademis dapat turut serta dalam penyelesaian sengketa energi. Diharapkan terjalin kerjasama strategis dalam mendukung penyelesaian sengketa energi dan FH UNAIR siap memfasilitasi. Jou Samuel Hutajulu, selaku Ketua Umum Badan Arbitrase Sengketa Energi Indonesia (BASE), dalam sambutannya menyampaikan bahwa seminar ini merupakan bukti konkret komitmen dan agresivitas FHUNAIR dalam menyambut gagasan baru untuk mendukung perbaikan ekosistem bisnis khususnya di bidang energi dan sumber daya mineral. Di samping itu Pemerintah memiliki visi kemandirian dan ketahanan energi. Untuk itu perlu didukung kepastian hukum yang relevan dengan dinamika bisnis yang ada.

Sesi pertama Seminar dimulai dari pemaparan dengan topik “Strategi Peningkatan Produksi dan Komersialisasi Gas Bumi di Era Transisi dan Dalam Rangka Mendukung Ketahanan Energi” yang dibawakan oleh Niftira Jalanti selaku VP Deputi Keuangan & Komersialisasi SKK Migas. Niftira membuka sesi dengan memberikan update situasi global yang berpengaruh kepada iklim investasi, fluktuasi harga dan pasokan gas dunia. Niftira menekankan pentingnya peningkatan investasi hulu migas untuk mendukung peningkatan produksi terutama gas bumi dalam rangka membangun ketahanan energi.

Paparan selanjutnya bertajuk “Sinkronisasi Kebijakan dan Regulasi Hulu dan Hilir Migas untuk Mengurangi Impor Migas” disampaikan oleh Yapit Sapta Putra selaku Komite BPH Migas. Yapit menyampaikan bahwa Cadangan Gas Bumi Indonesia sangat potensial namun belum sepenuhnya dikelola secara optimal sehingga menjadi tantangan bagi BPH Migas yang mengatur kegiatan hilir migas. Sinergi BPH Migas dalam akselerasi pemanfaatan gas bumi didasarkan pada 4 indikator: ketersediaan pasokan, akses yang mudah, keterjangkauan harga, dan penerimaan oleh semua lapisan masyarakat.

Sesi kedua Seminar dimulai dengan paparan oleh Indria Wahyuni, S.H, LL.M, Ph.D dari FH Unair dengan topik “Aspek Hukum Transisi Energi Berkeadilan: Komitmen Pasca COP 29” . Indria menyampaikan bahwa target energi terbarukan dalam Bauran Energi Rencana Umum Energi Nasional dinilai sangat ambisius, maka akselerasi sangat penting dengan mendorong pendekatan geografis. Transisi menuju gas bumi harus sejalan dengan transisi energi berkeadilan yang sejalan dengan COP29. Indria menyampaikan bahwa tantangan pemanfaatan gas bumi saat ini tidak hanya pada sektor teknologi, keuangan dan infrastruktur melainkan juga pada penekanan inklusivitas pemanfaatan gas bumi, karena pemanfaatan gas bumi tentu harus  dapat berdampak kepada semua lapisan masyarakat.

Paparan selanjutnya dengan topik “Antisipasi Perlindungan Hukum Menghadapi Investasi dan Perdagangan Energi Dalam Era Transisi Energi” dibawakan oleh Dhanny Jauhar dari GHP Law Firm. Dhanny menyampaikan bahwa transisi energi tidak berarti sepenuhnya meninggalkan migas karena kebutuhan sehar-hari yang kita gunakan merupakan produk turunan migas. Transisi energi harus dipandang sebagai upaya menurunkan penggunaan migas sebagai energi. Dhanny mendukung perlunya lembaga penyelesaian sengketa migas yang relevan, karena penyelesaian sengketa migas sangat spesifik namun sampai saat ini luput dari perhatian. Sengketa migas memerlukan kecepatan dalam penyelesaian karena industri migas sangat sensitif terhadap waktu. Jika terjadi sengketa, maka waktu yang terbuang untuk menyelesaikan sengketa akan memperpendek jangka waktu produksi dan pada akhirnya akan mengurangi keekonomian lapangan migas. Harapannya, dengan adanya lembaga penyelesaian sengketa yang secara spesifik memahami industry migas, penyelesaian sengketa migas dapat dilakukan dengan cepat dan keputusannya dapat diterima dan dilaksanakan pihak yang bersengketa.

Paparan selanjutnya dengan topik “Mengantisipasi Potensi Sengketa Energi” dibawakan oleh Bapak K. Jimmy Yan’s selaku Sekretaris Jenderal Badan Arbitrase Sengketa Energi Indonesia (BASE). Jimmy menyampaikan bahwa dengan adanya transisi energi, maka akan timbul potensi sengketa dalam perjanjian yang berkaitan dengan energi. Sebagai contoh dalam pelaksanaan perjanjian jual beli energi (dhi. batu bara, gas/LNG); dengan adanya transisi energi maka shifting kebutuhan batu bara menjadi gas/LNG adalah suatu keniscayaan, sehingga perubahan komitmen volume pembelian yang telah disepakati dalam perjanjian tentu perlu di-renegosiasi, dan tidak jarang renegosiasi menemui jalan buntu.

Tidak tercapainya kesepakatan inilah yang akan menjadi potensi sengketa. Selain itu, dalam pelaksanaan power purchase agreement khususnya PLTU, juga terdapat potensi sengketa dalam hal usulan pengakhiran perjanjian lebih awal tidak dapat disepakati para pihak. Oleh karena itu, Jimmy menyampaikan perlunya ada lembaga arbitrase yang secara spesifik menyelesaikan sengketa energi yang didukung oleh arbiter-arbiter yang memiliki pengalaman dan pengetahuan mendalam di bidang energi.

Fakultas Hukum Universitas Airlangga sebagai lembaga pendidikan memiliki peran strategis dalam menyikapi dinamika industri energi nasional khususnya menyambut transisi energi. Melalui Seminar ini, harapannya adalah terbentuk sebuah wadah diskusi ilmiah antara pelaku usaha, praktisi, dan akademisi untuk saling berbagi pengalaman, wawasan dan evaluasi sebagai bentuk lesson learned kedepan yang berdampak nyata dalam pengembangan bisnis dan iklim investasi gas bumi di Indonesia, khususnya menyambut era transisi energi yang mengedepankan aspek komersil, teknis, lingkungan maupun hukum.