Jakarta,RuangEnergi.com–Serikat Pekerja SKK Migas mereview Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law,dinilai tidak banyak perubahan significant.
Hanya di pasal 1, ayat 21 22 definisi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta pasal 4 dan 5 di UU 22 2001.
Tapi ada yang menarik di pasal 4, kata Pemerintah sebagai kuasa pertambangan di UU 22 2001 hilang, serta di pasal 5, Kegiatan Usaha Migas dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha.
Sementara pasal 6 di UU 22 2001 tidak diubah atau dihapus, dimana disebutkan usaha hulu migas dilaksanakan dengan kontrak kerja sama.
“Kami berusaha mencari penjelasan pasalnya, namun tidak dijelaskan lebih detail. Tentunya akan sangat membantu jika pemerintah bisa menjelaskan esensi perubahan ini kepada pelaku usaha hulu migas. Kira-kira apa dampaknya,” kata Ketua Serikat Pekerja SKK Migas Muh.Arfan kepada ruangenergi.com,Selasa (06/10/2020) di Jakarta.
Secara umum,lanjut Arfan,SP SKK Migas melihat tidak ada perubahan berarti untuk pengaturan usaha hulu migas di UU Omnibus Law ini, terutama setelah pasal-pasal terkait pembentukan BUMNK dikeluarkan dari pembahasan.
“Melihat minimnya pengaturan pasal-pasal terkait usaha hulu migas di UU Omnibus Law ini, kami berharap pemerintah dan DPR tidak melupakan kewajibannya untuk menindaklanjuti keputusan MK di tahun 2012, dan segera memprioritaskan penyelesaian Revisi UU Migas, sehingga industri migas memiliki kepastian dalam melaksanakan kegiatan usahanya, termasuk status kelembagaan badan usaha yang diamanatkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi di tahun 2012,” jelas Arfan.
Pendapat Pengamat
Pengamat Migas Tumbur Parlindungan mengatakan dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja atau lazim dikenal Omnibus Law Cipta Kerja, maka semua urusan eksplorasi dan eksploitasi di hulu migas hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
Hulu migas tidak perlu urus perijinan di tingkat daerah.cukup diberikan Pemerintah Pusat.
“Di pasal 5 ditulis : kegiatan usaha minyak dan gas bumi dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah pusat,” kata Tumbur melalui WA dengan ruangenergi.com,Selasa (6/10/2020).
Dengan demikian,lanjut Tumbur, perlu minta ijin ke pemerintah daerah.Sesuai aturannya kalau sudah diijinkan di pusat tidak ada lagi urusan ijin di daerah. Kemudian, SKK Migas tetap berperan sebagai Badan Pelaksana.
“SKK Migas tetap ada sebagai Badan Pelaksana. Itu ada di pasal 1 Ayat 23,” tegas Tumbur.