Sinergitas Industri Hulu Migas Capai Target Lifting dan Produksi Nasional

Jakarta, Ruangenergi.com Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebut, saat ini ada 191 Wilayah Kerja (WK) migas di Indonesia.

Hal tersebut dikatakan oleh, Spesial Dukungan Industri Migas SKK Migas, Shinta Dewi Swasti, dalam diskusi online yang digelar Kopma (Komite Pemuda Madura), bertemakan “Penguatan Sinergi Industri Hulu Migas Dengan Masyarakat Guna Memperlancar Operasi dan Produksi”, Kamis (15/04).

Shinta SKK Migas

Ia menambahkan, berdasarkan data SKK Migas, Indonesia memiliki sekitar 128 cekungan yang mengandung migas, namun baru 20 cekungan yang sudah berproduksi, 35 cekungan eksplorasi, dan 73 cekungan masing-masing menunggu untuk di eksplorasi.

“Ada 70 cekungan migas yang belum dieksplorasi dan masih berpotensi untuk menemukan cadangan migas baru di Indonesia,” jelas Shinta.

Tercatat di Pulau Madura sendiri memiliki beberapa WK yang sudah dioperasikan oleh para KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) salah satu yakni WK Kangean, WK Ketapang dan WK West Madura Offshore (WMO).

Adapun para KKKS yang memiliki wilayah kerja di Pulau Madura yakni Kangean Energy Indonesia (KEI), Petronas Carigali Ketapang Ltd, dan PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO).

Artinya, masih ada potensi untuk menemukan cadangan migas baru dan menambah produksi minyak nasional.

“Dengan kemampuan SDM serta ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang baik dan lengkap, kita berharap akan segera ditemukan cadangan migas baru,” tuturnya.

Shinta menjelaskan, SKK Migas sebagai institusi yang diberikan wewenang oleh negara bersama para investor untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi migas di Indonesia, selalu terbuka dan siap memfasilitasi penemuan cadangan migas baru di Indonesia.

“Kita optimis pandemi akan segera berlalu dan iklim serta harga minyak dunia kembali naik. Saat itulah kita mempunya harapan untuk kembali menggenjot produksi migas nasional,” beber Shinta.

Jadi Negara Net Importir 

Mamit Setiawan

 

Sementara, hadir juga sebagai narasumber, Direktur Energy Watch Mamit Setiawan, yang mengatakan bahwa sejak tahun 2004 silam Indonesia sudah menjadi negara net oil importir, artinya kebutuhan lebih besar ketimbang produksinya sehingga harus meng-impor.

“Ini yang harus kita pahami bersama, Indonesia bukan lagi negara kaya akan minyak buminya, sebab kebutuhan minyak dalam hal ini BBM lebih besar ketimbang produksi, tercatat kebutuhan BBM Indonesia mencapai 1,5 juta barel per hari, sementara produksi hanya mencapai 700-800 ribu barel per hari. Hal tersebut karena lapangan migas yang ada di Indonesia sudah berusia cukup lama sehingga mengalami penurunan produksi,” katanya.

Untuk itu, ia meminta masyarakat khususnya di wilayah Madura dan umumnya di seluruh wilayah Indonesia untuk mendukung program yang tengah dijalankan oleh SKK Migas yakni 1 juta barel oil per day (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) atau setara 3,2 juta barel setara minyak per hari (BOEPD) di 2030 mendatang.

“Untuk mengatasi kondisi tersebut, maka produksi migas nasional perlu digenjot dan konsumsi ditekan,” terangnya.

Meski demikian, migas masih menjadi andalan bagi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Tercatat pada tahun 2020 meski ditengah Pandemi Covid-19, akan tetapi PNBP sektor migas mencapai Rp 69,7 triiun. Menurut Mamit, PNBP tersebut bisa lebih besar lagi apabila dalam kondisi normal.

“Jumlah itu jauh lebih besar dibandingkan PNBP sektor minerba, EBT dan lainnya,” terang Mamit.

Mamit mengakui bahwa selama ini sektor migas selalu memberikan kontribusi yang besar bagi peneriman negara. Sebelum Pandemi Covid-19, kontribusi PNBP dari sektor migas justru lebih besar lagi.

“Tahun 2018 saat harga minyak dunia tinggi, PNBP sektor migas mencapai angka Rp142 triliun. Untuk itu, seluruh komponen bangsa termasuk Pemda dan masyarakat di sekitar lapangan migas perlu mendukung kegiatan hulu migas ini. Para investor yang sudah masuk dan beroperasi baik ekspolorasi atau esploitasi harus didukung. Dengan begitu, PNBP bisa lebih besar lagi dan porsi pendapatan daerah serta pajak dan retribusi ke daerah juga lebih besar,” imbuh Mamit.

Selain itu, Mamit meminta KKKS di Indonesia juga mempunyai kewajiban untuk memberikan CSR (corporate social responsibility) ke warga sekitar WK migas, terutama yang terdampak.

“Di tengah pandemi Covid-19, semua sektor usaha termasuk bidang migas terkena dampaknya. Apalagi, harga minyak dunia sedang rendah, sehingga banyak investor lebih memilih wait and see sampai harga minyak dunia kembali membaik dan eksplorasi jalan kembali. Paling tidak, investor yang ada perlu didukung agar produksinya lancar dan memberikan nilai tambah lebih besar kepada rakyat dan bangsa. Jangan sampai investor berhenti bahkan pindah ke negara lain,” beber Mamit.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *