Jakarta, Ruangenergi.com – PT Sentra Multikarya Infrastruktur (SMI) memprotes penggunaan Pipa Clad dari luar negeri (produk impor) yang diinisiasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan British Petroleum (BP).
Hal ini terungkap dari surat protes tertanggal 16 Maret 2023 lalu yang dibuat Direktur Utama PT SMI, Pilipus Leonard Simatupang kepada Presiden Joko Widodo yang sempat beredar ke publik yang juga diterima Ruangenergi.com, Selasa (21/3/2023).
Dalam surat tersebut, Pilipus memprotes pengadaan pipa impor senilai 300 juta USD atau Rp 4,5 triliun yang diproyeksikan untuk pengadaan pipa di BP Ubadari, Papua Barat.
“SKK Migas dan BP diduga memaksakan pipa yang harus digunakan dalam proyek BP Ubadari adalah pipa jenis CRA-Metallurgical Bonded Clad atau disebut juga pipa HRB (Hot Rolled Bonded) yang hanya diproduksi dua produsen di luar negeri,” tulis Pilipis seperti dikutip dari suratnya tersebut.
Akibat tindakan itu, kata dia, negara berpotensi mengalami kerugian sangat besar, padahal produsen pipa dalam negeri itu mampu memproduksi pipa sejenis. Indonesia memiliki satu produsen yang mampu memproduksi pipa CRA (Corrosion Resistant Alloy), yang menggunakan sistem mechanical bonded pipe yang disebut MLP (Mechanical Line Pipe).
“Pipa MLP yang diproduksi di Batam ini memiliki kualitas yang sama baiknya dengan pipa jenis HRB impor dan dapat digunakan dalam proyek BP Ubadari. Harga pipa CRA MLP produksi dalam negeri secara signifikan lebih rendah dan semakin digemari di seluruh dunia karena cost effective,” ungkapnya.
Pilipus juga menyebutkan bahwa kekhawatiran BP bahwa lapisan clad pipa CRA HRB produk impor lebih tebal dibanding pipa CRA MLP, sebenarnya bisa diatasi oleh PT Cladtek Bi-Metal Manufacturing selaku produsen pipa CRA MLP yang berkedudukan di Batam.
“Bahkan PT Cladtek sudah memberikan jaminan bahwa bila ada ketidaksesuaian, akan bertanggung jawab penuh terhadap proyek pengadaan pipa BP Ubadari dan mengganti semua kerugian yang timbul apabila ada permasalahan teknis. Karena secara teknis, penggunaan pipa CRA MLP tidak bermasalah. Hal ini dibuktikan dengan hasil studi dari LAPI ITB yang tidak menyatakan bahwa pipa jenis MLP (mechanical bonded) tidak dapat digunakan,” paparnya lagi.
Pada kesempatan itu, Pilipus juga mengungkapkan, bahwa pada 24 Januari 2023, pihaknya juga menyurati Deputi Bidang Koordinasi Transportasi dan Infrastruktur Kemenko Bidang Marinvest, Rachmat Kaimuddin sebagaimana lampiran Surat Pemberitahuan Pilippus halaman 119. Di surat tersebut, PT Cladtek menyatakan bahwa dengan menggunakan produk lokal, maka penggunaan TKDN bisa mencapai 45% – 60% tergantung pada spesifikasi yang disetujui negara.
Selain itu, dalam surat bernomor Ref. CBM/2023/GEN/004 dan ditandatangani Alvin Pangemanan, PT Cladtek juga menyebutkan bahwa dengan menggunakan pipa produk dalam negeri, akan terjadi penghematan biaya sedikitnya 70 juta USD atau lebih Rp 1 triliun, dibandingkan menggunakan pipa impor HRB yang sama jenisnya (terpasang) pada tahap awal pengembangan lapangan Tangguh LNG (BP Ubadari) di Papua Barat.
“Untuk itu, kita meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung untuk memeriksa kasus pembeliaan pipa impor secara paksa ini. Sebab kasus ini akan menimbulkan kerugian negara yang sangat besar dan terjadi permainan pengaturan proyek yang luar biasa,” pungkasnya.
Sebeumnya, pada Agustus 2021 silam SKK Migas telah menyetujui rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) untuk pengembangan proyek Tangguh LNG tahap berikutnya yaitu Lapangan Ubadari dan Vorwata Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) di Papua Barat. Dalam PoD ini, BP memperkirakan potensi penambahan gas sebesar 1,3 triliun kaki kubik (TCF) dari Lapangan Ubadari dan Vorwata CCUS.
Sementara BP Executive Vice President for Gas & Low Carbon Energi, Dev Sanyal mengatakan, pengembangan Lapangan Ubadari merupakan langkah percepatan setelah melalui program appraisal yang sukses dan akan diproduksi melalui instalasi tanpa awak yang terhubung dengan pipa lepas pantai ke fasilitas LNG Tangguh.
“Pengembangan ini menunjukkan bahwa Tangguh merupakan proyek strategis dalam portofolio BP. Ubadari merupakan wujud nyata dari fokus usaha kami dalam pengembangan gas. Sedangkan proyek Vorwata CCUS-EGR akan menjadi tonggak penting bagi BP untuk dapat berkontribusi terhadap tujuan untuk mengurangi emisi.” dikutip dari keterangan resmi BP, Senin (30/8/2021) silam.
BP sebagai operator Tangguh LNG, adalah sebuah perusahaan di bawah kontrak kerja sama yang operasinya diawasi oleh SKK Migas. Saat ini, Tangguh merupakan lapangan penghasil gas terbesar di Indonesia dengan produksi 1,4 miliar kaki kubik per hari (BCSFD) melalui dua train LNG dan akan mencapai 2,1 BSCFD setelah train 3 mulai beroperasi. Proyek Ekspansi Tangguh, termasuk pembangunan Train 3 telah disebutkan sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional oleh Pemerintah Indonesia.(SF)