Jakarta,RuangEnergi.com–SKK Migas selalu bekerjasama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG) untuk memantau perkembangan cuaca. Termasuk antisipasi dampak dari terjadinya bencana hidrometeorologi menerpa kegiatan operasi produksi di lingkup kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) migas di Indonesia.
SKK Migas terus-menerus memantau perkembangan cuaca dan pengaruhnya terhadap operasi produksi KKKS. Namun tidak ada secara spesifik menyiapkan dampak hidrometeorologi.
“Ya kita sudah ada kerja sama dengan BMKG jadi setiap saat bisa bertukar informasi. Tidak ada spesifk persiapan karena dalam merancang semuanya suduh dipertimbangkan factor cuaca dan lain sebagainya,” jelas petinggi SKK Migas kepada ruangenergi.com,Selasa (13/10/2020) di Jakarta.
Dalam catatan ruangenergi.com,bencana Hidrometeorologi, sebuah istilah yang dalam satu dekade terakhir marak dibahas. Bencana meteorologi merupakan bencana yang diakibatkan oleh parameter-parameter (curah hujan,kelembaban,temperatur,angin) meteorologi. Kekeringan, Banjir, Badai, Kebakaran hutan, El Nino, La Nina, Longsor, Tornado, Angin puyuh, topan, angin puting beliung, Gelombang dingin, Gelombang panas, Angin fohn (angin gending, angin brubu, angin bohorok, angin kumbang) adalah beberapa contoh bencana Hidrometeorologi. Bencana tersebut dimasukan kedalam bencana meteorologi karena bencana diatas disebabkan atau dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi.
Perubahan cuaca hanya pemicu saja, penyebab utamanya adalah kerusakan lingkungan yang masif akibat penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan frekuensi dan intensitas bencana di Indonesia terus meningkat selama 15 tahun terakhir.