Jakarta,ruangenergi.com-Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencermati situasi global yang berpengaruh terhadap industri hulu migas secara global, maupun di Indonesia.
Saat ini muncul kondisi baru yang perlu diantisipasi adalah masalah ancaman resesi global. Resesi ini dilihat dari kenaikan inflasi. Tentu ada hubungannya juga dengan kenaikan harga energi yang dipicu oleh issue Ukraina dan lain-lain. Sehingga inflasi dunia tergambar naik dan beberapa negara sangat besar inflasinya.Demikian juga di negara-negara Eropa.
“Ini akan selalu berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi,dan terlihat inflasi naik pertumbuhan ekonomi turun. Dan kalau kenaikan ini sampai tidak bisa terkendali maka penurunan ini akan sangat drastis. Di sanalah kita definisikan sebagai krisis ekonomi,” kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam Konferensi Pers SKK Migas Kwartal III Tahun 2022,Senin (17/10/2022) di Jakarta.
Dampak krisis ekonomi terhadap industri hulu migas adalah turunnya permintaan yang sangat drastis,baik demand,produksi dan tentu saja harga.
“Oleh karena itu kita sangat hati-hati menganalisa harga ke depan nanti,” cetus Dwi menjelaskan.
Untuk energi transisi, ini langkah serius,langkah-langkah juga serius untuk mencapai net zero emmision di masa yang akan datang.
“Sehingga dengan demikian portofolio di energi terpecah, dan investasi di energi terbarukan bahkan sangat massif. Buat industri migas, tentu saja tidak lagi gampang mencari pendanaan buat investasi di industri migas,” tegas Dwi.
Energi transisi,lanjut Dwi, memuncul isu baru mengenai prospek LNG ( liquefied natural gas). Sebagaimana banyak pengamat melihat LNG sebagai energi transisi, maka permintaan akan terus tumbuh cukup besar.