SKK Migas Pastikan Pasokan Gas Domestik Aman: Bukan Kelangkaan, Tapi Mismatch

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com– Isu kelangkaan gas yang sempat ramai di publik belakangan ini dijawab langsung oleh SKK Migas.

Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, Kurnia Chairi, menegaskan bahwa Indonesia tidak mengalami krisis gas secara nasional, melainkan menghadapi tantangan mismatch antara lokasi sumber gas dan pusat-pusat permintaan.

“Secara nasional, supply gas kita tidak defisit. Faktanya, kita masih melakukan ekspor gas karena total produksi kita surplus. Namun memang ada ketidaksesuaian lokasi pasokan dengan permintaan,” ujar Kurnia dalam forum diskusi energi yang digelar Kamis (17/07/2025), di Jakarta.

Kurnia menjelaskan bahwa pemerintah sejak awal telah menetapkan kebijakan prioritas penggunaan gas bumi untuk kebutuhan domestik. Saat ini, lebih dari 69% produksi gas dialokasikan untuk pasar dalam negeri, sisanya untuk ekspor jangka panjang yang sudah terikat kontrak, seperti dari Bontang dan Tangguh.

Namun, tantangan muncul karena produksi gas secara alami mengalami penurunan atau natural decline hingga 4% per tahun—bahkan sempat mencapai 8% saat pandemi. Meski demikian, sejak 2023 tren itu berhasil dibalik. “Produksi gas nasional mulai tumbuh 2–3% per tahun sejak 2023, dan tren positif ini kami proyeksikan terus berlanjut ke 2025,” jelasnya.

Permintaan Naik, Infrastruktur Jadi Kendala

Pertumbuhan industri pengguna gas seperti keramik, kaca, dan pembangkit listrik, telah meningkatkan permintaan secara signifikan. Namun, distribusi gas masih terkendala infrastruktur. Beberapa wilayah seperti Jawa Timur dan Natuna memiliki surplus gas, tetapi belum memiliki jalur pipa yang memadai untuk mengalirkannya ke wilayah defisit.

Kurnia mencontohkan, gas dari Natuna yang semula dialirkan ke Singapura kini akan dialihkan untuk memenuhi kebutuhan domestik melalui skema swap gas.

“Kita swap pasokan dari Natuna ke Sumatera dan Singapura akan menerima gas dari sumber lain. Harapannya, mulai akhir Juli ini sudah berjalan,” ujarnya.

Langkah Cepat: Percepatan Produksi dan Kontrak Baru

SKK Migas juga tengah mempercepat onstream beberapa wilayah kerja migas, termasuk blok Duyung dan Makó. Proyek pipa Pemping—yang akan menghubungkan pasokan gas ke Sumatera—ditargetkan mulai mengalir gas pada 2026, lebih cepat dari rencana awal.

Selain itu, Indonesia mencatat sejarah baru dengan penemuan gas besar dari blok Geng North pada Oktober 2023. Dalam waktu kurang dari setahun, Plan of Development (PoD) telah diajukan dan ditargetkan bisa onstream pada 2027—termasuk tercepat dalam sejarah pengembangan migas Indonesia.

“Kami bersama PLN dan PGN melakukan best effort agar kebutuhan gas untuk 2025 terpenuhi. PLN misalnya, butuh hampir 100 kargo LNG, sementara kontraknya baru 60. Maka celah ini yang sedang kami isi dengan percepatan produksi dan optimalisasi infrastruktur,” terang Kurnia.

Kesimpulan: Bukan Krisis, Tapi Momentum Percepatan

Isu kelangkaan gas yang mencuat beberapa waktu terakhir dipastikan bukanlah krisis, melainkan dorongan untuk mempercepat transformasi tata kelola gas nasional—dari produksi, distribusi, hingga utilisasi.

“Yang kita hadapi bukan krisis, tapi tantangan distribusi dan waktu produksi. Pemerintah dan SKK Migas akan terus mempercepat semua proses, termasuk menjamin pasokan gas bagi industri dan pembangkit nasional,” pungkas Kurnia.