Jakarta,ruangenergi.com– Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengatakan terkait insentif fiscal migas ada dua persoalan.
Pertama, bagi lapangan migas konvensional existing beberapa undeveloped discovery teridentifikasi namun belum di develop namun dengan term and condition sekarang tidak ekonomis dikembangkan sehingga perlu insentif. Oleh SKK Migas dihitung berapa rate of return yang diminta KKKS dan dihitung berapa insentif yang diperlukan. Kesemua insentif yang disebutkan ini untuk lapangan migas konvensional yang existing.
Kedua,untuk migas non konvensional (MNK) karena belum pernah ada insentifnya, maka diperlakukan tidak sama dengan konvensional. Baik teknis maupun komersialnya luar biasa challenging nya,maka fiscal nya jauh harus lebih baik.
Demikian disampaikan Deputi Perencanaan SKK Migas Benny Lubiantara dalam Konferensi Pers Kinerja Hulu Migas Kuartal I Tahun 2022, Jumat (22/04/2022) di Jakarta.
“Karena ini masih baru kita akan design kan yang jauh lebih baik itu, karena kalau enggak dan dikasih pas-pasan nanti minta insentif lagi deh,” ucap Benny.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menjelaskan terkait insentif ini, Pemerintah Indonesia dengan adanya target 1 juta barel itu serius dengan memberikan perbaikan fiscal term dan insentif.
“Contoh, yang paling akhir itu disetujuinya term and conditions untuk kerjasama operasi (KSO). Untuk lapangan-lapangan yang iddle, dan sumur-sumur yang iddle dimana kebanyakan di Pertamina, itu bisa di KSO kan dengan pihak swasta. Nah itu term and conditions yang lama kurang menarik. Ada KSO tapi sangat kecil yang bisa jalan. Oleh karena itu baru saja,minggu-minggu kemarin, itu persetujuan dari Pak Menteri dah keluar (persetujuan term and condition yang baru bagi lapangan migas iddle/KSO),” tutur Dwi.