Jakarta,ruangenergi.com-Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menunggu arahan dari Kementerian ESDM dan Kementerian Luar Negeri terkait kegiatan pengeboran eksplorasi di perairan Natuna,Kepulauan Riau.
Sikap ini menyusul adanya protes dari China.Dalam laporan Reuters, pemerintah China mengirimkan surat kepada Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI. Pengeboran minyak dan gas alam itu disebut bersinggungan dengan klaim wilayah negeri itu, melalui konsep ‘sembilan garis putus-putus (nine-dash line).
“Kami (SKK Migas) tergantung arahan dari Kesdm dan Kemlu lah. Kalau dia bilang stop ya kita stop,” kata Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman dalam bincang santai virtual dengan ruangenergi.com,Selasa (07/12/2021).
Mengutip pernyataan Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan yang dimuat Reuters, mengungkap isi surat dari China sedikit mengancam.
“Karena itu adalah upaya pertama diplomat China untuk mendorong agenda ‘sembilan garis putus-putus’ mereka terhadap hak-hak kami di bawah Hukum Laut,” kata Farhan.
Farhan kemudian menegaskan bahwa Indonesia tidak akan tunduk dengan hal itu. Pasalnya wilayah pengeboran itu secara sah merupakan hak milik RI.
Dalam pemberitaan ruangenergi.com sebelumnya, disebutkan bahwa SKK Migas merencanakan pengembangan gas dari blok Tuna yang dioperasikan oleh Premier Oil, a Harbour Energy company untuk dibawa/dipasarkan ke Vietnam.
Alasan SKK Migas,pengembangan gas yang murah dibawa ke Vietnam. Karena posisi Tuna deket perbatasan. Gas dari Tuna bisa diserap pasar Vietnam.
“Cuma setelah sukses bor Kuda Laut dan Singa Laut, tidak tahu apa masih sama skenario nya. Kita liat aja akhir Desember ini,” kata sumber ruangenergi.com baru-baru ini di Jakarta.