SMELTER GREEN INALUM: Jaga Jatah Aluminium Mobil Listrik Dunia, Melawan Dominasi Impor!

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com — Rencana besar hilirisasi mineral di Indonesia semakin menunjukkan taringnya, terutama pada komoditas bauksit. Tingginya ketergantungan domestik terhadap produk turunan, seperti aluminium impor yang ditaksir mencapai 54 persen pada tahun 2024, mendorong PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) untuk segera mengeksekusi dua proyek strategis berkapasitas raksasa demi kemandirian industri nasional.

Kepastian minat investasi di sektor ini dikonfirmasi langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia.

Pada Rabu (15/10/2025) di JCC Senayan, Bahlil menegaskan bahwa meski total kapasitas nasional smelter bauksit sudah mencapai 17,5 juta ton bahan baku, kebutuhan domestik terhadap aluminium masih jauh lebih besar dari suplai industri saat ini, sehingga praktik impor masih marak.

“Kebutuhan dalam negeri dengan kapasitas industri masih lebih besar. Jadi tidak masalah, masih aman untuk membangun smelter bauksit,” jelas Bahlil. Ia juga menegaskan bahwa pelarangan ekspor bahan mentah bauksit adalah upaya pemerintah untuk mendorong investasi hilirisasi.

Senada dengan Menteri ESDM, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Tri Winarno, menyoroti defisit suplai aluminium di dalam negeri sebagai peluang besar.

“Masa depan masih cukup bagus, mengingat untuk kebutuhan dalam negeri masih belum tercukupi. Kebutuhan aluminium kita sekitar 1,25 juta ton, dan supply-nya hanya dari INALUM sekitar 300-an ribu,” ungkap Tri Winarno kepada ruangenergi.com, Kamis (23/10/2025).

Ia juga menambahkan keunggulan kompetitif INALUM yang telah menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), membuka peluang besar untuk mengusung konsep green industry.

Proyeksi INALUM: Didorong Transisi Energi Global

Keyakinan terhadap masa depan bisnis aluminium, baik global maupun domestik, juga diungkapkan oleh Direktur Utama INALUM, Melati Sarnita. Dalam bincang santai virtual bersama ruangenergi.com pada Sabtu (25/10/2025), ia memproyeksikan pasar aluminium global akan tumbuh moderat, mencapai akumulasi pertumbuhan sekitar 11% hingga tahun 2035.

Penggerak utama pertumbuhan ini adalah kebutuhan aluminium yang kian masif dalam agenda transisi energi global. “Kenaikan ini terutama ditopang oleh kebutuhan aluminium dalam agenda transisi energi global, di mana sektor-sektor seperti otomotif listrik, infrastruktur energi terbarukan—terutama solar dan grid listrik—serta konstruksi ringan menjadi pendorong utama permintaan,” ujar Melati.

Mengenai kenaikan harga aluminium yang sempat menyentuh kisaran USD 2.800/MT, Melati Sarnita menilai lonjakan tersebut bersifat jangka pendek (short term). Kenaikan dipicu oleh sentimen kebijakan tarif internasional dan gangguan pasokan di beberapa tambang tembaga besar, yang mendorong pasar beralih ke aluminium sebagai substitusi. Namun, harga diperkirakan akan stabil seiring normalisasi rantai pasok.

Menariknya, prospek bisnis aluminium di pasar domestik Indonesia dinilai lebih menjanjikan dibandingkan rata-rata global. Hal ini didukung oleh: permintaan domestik dan regional yang terus meningkat. Kemudian, adanya peluang ekspor yang terbuka. Plus, potensi optimalisasi jika rantai industri terintegrasi penuh.

Menanggapi kondisi pasar dan selaras dengan kebijakan hilirisasi nasional, INALUM, lanjut Melati,  telah menjalankan strategi pengembangan yang komprehensif dengan tiga fokus utama:

  1. Integrasi Hulu–Hilir dengan membangun Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR-1) bersama PT ANTAM Tbk di Mempawah, Kalimantan Barat, berkapasitas 1 juta ton alumina per tahun. Alumina akan dikirim ke smelter INALUM di Kuala Tanjung. Perencanaan kepemilikan bersama di tambang bauksit ANTAM untuk menjamin kontinuitas pasokan.
  2. Ekspansi Kapasitas Produksi melalui pengembangan SGAR-1 menjadi SGAR-2 untuk meningkatkan kapasitas alumina menjadi 2 juta ton per tahun. Pembangunan smelter aluminium baru di Mempawah dengan kapasitas 600 ribu ton per tahun guna memperkuat rantai pasok domestik.
  3. Kemandirian Pasokan Material Pendukung dengan cara menjajaki kerja sama strategis untuk membangun pabrik Coal Tar Pitch (CTP)—bahan baku penting peleburan aluminium—di Kuala Tanjung, dengan INALUM sebagai offtaker utama.

Dengan implementasi inisiatif-inisiatif ini, Melati Sarnita menargetkan INALUM dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama industri aluminium global, mewujudkan kemandirian industri nasional, serta mendukung agenda transisi energi dan hilirisasi SDA nasional yang berkelanjutan.

Rapat Dengar Pendapat

PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) melaporkan kinerja keuangan yang mengesankan pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI pada 29 September 2025 lalu. Menariknya, di dalam  bahan RDP yang dibaca dan di dapat ruangenergi.com, disampaikan bahwa,  di tengah gencar-gencarnya program hilirisasi mineral nasional, INALUM tidak hanya mencatat laba, tetapi juga memamerkan kemajuan ambisius dalam peta jalan pengembangan aluminium terintegrasi, yang puncaknya menargetkan peningkatan kapasitas hingga puluhan kali lipat pada tahun 2029.

Direktur Utama INALUM, Melati Sarnita , memaparkan bahwa kinerja korporasi hingga Juni 2025 (YTD) secara signifikan melampaui Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP). Laba Bersih tercatat sebesar US$82,3 juta, mencapai 131% dari target RKAP. Kinerja Revenue, Cost, dan EBITDA juga dilaporkan lebih baik dari RKAP.

Tingginya laba bersih ini didukung oleh peningkatan kinerja Produksi sebesar 1,9% dan Penjualan sebesar 1,1% di atas RKAP, serta program efisiensi yang menekan total cost hingga 1% lebih rendah dari target.

Secara total volume, Penjualan INALUM YTD Juni 2025 mencapai 132.425 ton, melampaui RKAP 131.036 ton, yang disebabkan oleh peningkatan permintaan baik domestik maupun ekspor. Produk dominan yang dijual adalah Ingot G1 dengan volume 100.588 ton.

Roadmap Raksasa: Menuju 1 Juta Ton Aluminium Primer

Melati memaparkan, keberhasilan finansial ini menjadi modal penting bagi INALUM untuk mengakselerasi program hilirisasi. Dalam roadmap yang dipresentasikan, INALUM menargetkan kapasitas Alumina sebesar 2.000 ktpa dan Primary Aluminium sebesar 1.075 ktpa pada tahun 2029. Angka ini melonjak tajam dari kapasitas Existing Smelter Aluminium saat ini yang sebesar 275 ktpa.

Beberapa inisiatif strategis yang akan dijalankan untuk mencapai target ambisius tersebut meliputi:

Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR-1) Mempawah, diitargetkan mencapai Provisional Acceptance Certificate (COD) dengan kapasitas 1.000 ktpa Alumina. Ekspansi SGAR-2 Mempawah berupa penambahan kapasitas sebesar 1.000 ktpa Alumina lagi. Proyek New Aluminium Smelter Mempawah, melalui pembangunan smelter baru berkapasitas 600 ktpa. Ekspansi di Kuala Tanjung dengan upaya peningkatan kapasitas peleburan eksisting melalui Pot Capacity Expansion dan Pot Upgrading.

Kemandirian Bahan Baku, dalam proyek Coal Tar Pitch (CTP) melalui kerjasama strategis dengan produsen. Rencana ini menunjukkan komitmen untuk mengintegrasikan rantai nilai industri dari hulu (Bauksit Ore) hingga produk akhir (Format Casting) , dengan pasokan bauksit yang diproyeksikan aman selama 24 tahun proyek SGAR.

Dukungan Prioritas dari Pemerintah Diperlukan

Dalam sesi RDP, INALUM juga menggarisbawahi beberapa dukungan yang dibutuhkan dari Pemerintah dan DPR untuk menjamin keberlanjutan proyek strategis ini, berupa:  Dukungan Prioritas Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk percepatan hilirisasi. Dukungan dalam regulasi perizinan dan sinergi antar stakeholder.

Dengan pencapaian kinerja keuangan yang kuat dan peta jalan hilirisasi yang jelas, INALUM optimis dapat mempercepat langkah Indonesia menuju swasembada aluminium dan menjadikan negara ini pemain utama dalam industri global, sejalan dengan visi menjadi perusahaan aluminium terintegrasi terkemuka di dunia dan ramah lingkungan (environmental-friendly)