Andy Wijaya, Sekjen PPIP

SP PLN Tolak Rencana Holdingnisasi dan IPO PLTP

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruangenergi.comSerikat Pekerja PLN Group (SP PLN) menolak bahwa rencana holdingnisasi Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) yang aakan dipimpin oleh PT Pertamina. Geothermal Energy (PGE).

Dalam sebuah diskusi yang digelar oleh Serikat Pekerja PLN (SP PLN) bertemakan “Tolak Privatisasi Berkedok Holdingnisasi/IPO”, Sekretaris Jenderal Pegawai PT Indonesia Power (PPIP) Andy Wijaya mengatakan, serikat pekerja di PLN Group ingin menegaskan satu hal yakni bagaimana ketenagalistrikan dikelola sesuai konstitusi.

Hal tersebut yang pertama berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perkara nomor 001-021-022/PPU-U/2003, Permohonan Judisial Review (JR) UU Nomor 20 tahun 2004 tentang Ketenagalistrikan.

Kedua, Putusan MK nomor 111/PUU-XIII/2015, Permohonan JR UU nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.

Ia mengungkapkan, dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 33 Ayat (2) tenaga listrik termasuk kedalam cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, oleh karena itu harus dikuasi negara.

Andy menegaskan rencana holdingnisasi Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) yang terdiri dari PT Geothermal Energy (PGE), PT PLN (Persero) (unit PLTP Ulubelu 1 dan 2, unit PLTP Lahendong unit 1-4), dan PT Indonesia Power (PT IP) (unit PLTP Kamojang unit 1-3, PLTp Gunung Salak unit 1-3, dan PLTP Darajat), dan PT GEO Dipa Energi (Geo Dipa), yang akan menjadi holding company adalah PT PGE rencana establish pada Agustus 2021.

“Pertanyaan kami di serikat pekerja PLN Group, yang pertama kenapa holdingnisasi PLTP dipimpin oleh PGE, padahal kami (PT PLN) khusu untuk EBT saat ini telah terbukti menyediakan listrik yang afordable, handal, dan hijau bagi masyarakat. Dan juga PT PLN dan perusahaan terbukti mengoperasikan dan mengelola PLTP selama 39 tahun ini karena dibuktikan kinerja yang handal. Sehingga menjadi pertanyaan kita semua kenapa holding nya malah diserahkan kepada pihak yang minim pengalaman dalam hal pengelolaan PLTP?,” beber Andy.

Dalam slide ketentuan penugasan Negara di Ketenagalistrikan, Andy mengungkapkan perkataan “dikuasai oleh negara” bukan hanya sebatas kewenangan pengaturan oleh negara atau kepemilikan dalam konsepsi perdata.

“Kalau kita melihat tafsir MK terkait dengan penguasaan negara, maka negara bukan hanya kepemilikan secara perdata tapi juga pengurusan, pengelolaan, pengawasan, dan juga pengurusan izin, terutama dalam pengelolaan itu diwajibkan adalah BUMN dalam hal ini PT PLN,” jelasnya.

SP PLN

Ia melanjutkan, MK juga menegaskan bahwa melakukan bisnis Ketenagalistrikan dengan badan usaha yang terpisah secara unbundled adalah bertentangan dengan UU 1945.

“Kita coba kaitkan dengan UU nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, dalam Pasal 77 menyatakan bahwa Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah : a. Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya boleh dikelola oleh BUMN. b. Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan perusahaan dan keamanan negara. c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tersebut yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi,” tegas Andy kembali.

Menurutnya, Ketenagalistrikan ini masuk kedalam salah satu poin dalam Pasal 77 UU 19/2003 tentang BUMN yakni poin (b dan c). Karena listrik itu hampir 90% dibutuhkan dari semua aspek kehidupan (ekonomi, sosial, budaya, politik, pertahanan dan keamanan.

“Jadi dia (sektor listrik) kaitannya erat dengan pertahanan dan keamanan. Bisa dibayangkan apabila sebuah negara tidak ada listrik bahkan waktu yang kurang dari 24 jam saja, bagaimana rentannya sebuah negara bisa diserang oleh negara lain. Karena itu, listrik sangat berkaitan dengan pertahanan dan keamanan,” tandasnya.