Jakarta,ruangenergi.com-Rencana Pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga BBM Subsidi sudah tepat dan tidak terelakkan, sebagai dampak dari kenaikan harga minyak mentah dunia. Sebagaimana kita ketahui bahwa harga minyak saat ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Hal ini membuat beban keuangan negara sangat berat terkait dengan beban subsidi dan kompensasi yang harus dibayarkan kepada badan usaha. Melalui kenaikan ini dapat mengurangi beban subsidi energi yang saat ini sangat tinggi.
“Sudah cukup saatnya kita membakar uang kita dijalan. Seharusnya subsidi bisa dialihkan secara langsung kepada masyarakat miskin dan sektor lain yang membutuhkan (pendidikan, kesehatan dsb). Melalui penyesuaian Harga BBM Subsidi juga dapat mengurangi disparitas harga antara BBM Subsidi dan Non Subsidi. Selain itu, subsidi BBM sebaiknya tetap harus diatur penggunaannya dan ditujukan untuk masyarakat yang berhak,”kata Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan dalam bincang santai bersama ruangenergi.com,Senin (22/08/2022) di Jakarta.
Terkait BBM Subsidi, lanjut Mamit, Pertamina merupakan operator yang menjalankan kebijakan dari Pemerintah (Penentu harga adalah Pemerintah), namun harus diimbangi dengan ketersediaan BBM di SPBU sehingga tidak terjadi kelangkaan atau antrian yang cukup panjang. kenaikan tersebut pasti akan berdampak terhadap daya beli masyarakat.
Hal ini disebabkan akan ada kenaikan harga barang serta harga jasa yang harus dibayarkan oleh masyarkat. Tinggal pemerintah harus memberikan stimulus tambahan bagi masyarakat terdampak. Misalnya dengan memberikan BLT atau kebijakan lain bagi masyarakat rentan. Apalagi ditengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi covid19. Kedua, kenaikan ini bisa memberikan dampak sosial dimasyarakat yang berakibat bisa terganggunya iklim investasi di Indonesia.
“Aksi penolakan saya kira akan banyak dilakukan oleh elemen masyarakat. Tinggal bagaimana pemerintah bisa mengendalikan dari dampak sosial tersebut. Apakah bisa segera di amankan atau akan berkelanjutan. Tuntutan kenaikan upah pasti akan terjadi seiring meningkatnya beban ekonomi yang harus ditanggung.Jadi semua kita kembalikan kepada pemerintah apakah siap dengan kondisi tersebut. Kenaikan ini pastinya akan memberikan ruang fiskal bagi pemerintah dalam mengatur keuangan APBN kita,” tegas Mamit.
Mamit menegaskan, untuk harga yang pas jika bener-benar dinaikan ada di angka Rp 10rb per liter untuk pertalite dan solar subsidi di angka Rp 8500 per liter.
“Kenaikan ini buat saya cukup rasional dan tidak terlalu membebani bagi masyarakat. Inflasi saya kira tidak akan terlalu tinggi karena kenaikan ya. Mudah-mudahan masih di bawah 1% penambahan beban inflasi akibat kenaikan dari bbm subsidi ini. Solusi lain saya kira yang ditunggu-ditunggu adalah revisi perpres 191/2014. Ini akan menjadi kunci jika pemerintah tidak melakukan kenaikan harga bbm subsidi. Melalui revisi pepres, diharapkan ada ketegasan dari pemerintah mengenai kriteria perseorangan maupun kendaraan yang berhak menerima manfaat. Misalnya pertalite hanya untuk roda 2 dan angkutan umum plat kuning atau kendaraan umkm, pertanian,nelayan dan bidang lain yang mendapatkan rekomendasi dari aparat terkait. Solar hanya untuk kendaraan angkutan umum plat kuning roda maksimal 6 tdak untuk kendaraan pertambangan dan perkembunan. Jumlah yang bisa diisi jg hanya 100 liter per hari. Ini akan sangat membantu pemerintah dalam menjaga kouta dan subsidi menjadi tepat sasaran,” pungkas Mamit.