Kementerian esdm

Susun RUPTL Hijau, Pemerintah Genjot Pembangkit EBT

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruangenergi.com – Pemerintah terus berupaya meningkatkan porsi pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi 19.899 Megawatt (MW) atau 48%.

Sebagaimana hal ini tertuang dalam draft Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Perusahaan Listrik Negara (PLN) tahun 2021-2030. Di mana, porsi pembangkit yang bersumber dari EBT meningkat ketimbang RUPTL 2019-2028 yang masih di kisaran 30%.

Dalam konferensi pers yang dilakukan secara daring, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana, mengatakan, dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan, target penambahan pembangkit mencapai 40.967 MW atau 41 gigawatt (GW).

“Kami ingin RUPTL yang sedang disusun saat ini adalah RUPTL yang greener, lebih hijau. Dalam artian, porsi EBT lebih baik daripada versi RUPTL sebelumnya. Perbandingannya, RUPTL yang ada saat ini (2019-2028) hanya merencanakan 30% EBT. Sementara yang kita susun saat ini minimum 48%,” terang Rida.

Ia menambahkan, penyusunan RUPTL ini sejalan dengan target bauran EBT sebesar 23% di tahun 2025.

Selain itu, Rida juga mengemukakan bahwa berbagai kebijakan “hijau” yang terdapat dalam RUPTL 2021-2030 yang saat ini masih dalam pembahasan. Kebijakan tersebut antara lain konversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) ke pembangkit EBT, co-firing Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara, retirement pembangkit tua, dan relokasi pembangkit ke sistem yang memerlukan.

Sejalan dengan pembahasan RUPTL “hijau” tersebut, lanjut Rida, Ditjen Ketenagalistrikan juga tengah merancang template Net Zero Emission (NZE), sebagai perwujudan realisasi komitmen Presiden Joko Widodo pada COP 21 tahun 2015.

“Kita sedang menyusun program, termasuk regulasinya, bagaimana mengurangi porsi pembangkit (fosil) secara natural. Namun yang menjadi penting juga, bagaimana kita memenuhi demand yang diyakini akan naik serta di sisi lain mengurangi operasional pembangkit batubara dan kemudian menggantikannya. Kita sedang merancang template NZE seperti apa, minimum dari pembangkitan,” imbuhnya.

Untuk diketahui, saat ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga tengah menyusun dokumen Long-term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience 2050, di mana didalamnya terdapat visi mengenai rencana NZE. Guna mendukung hal tersebut, Ditjen Ketenagalistrikan sedang menyusun perencanaan NZE yang berasal dari sub sektor ketenagalistrikan.

Rasio Elektrifikasi Meningkat

Selain mendorong pemanfaatan EBT, Pemerintah juga tengah memperluas akses masyarakat untuk mendapatkan listrik secara merata. Pasalnya, Kementerian ESDM menargetkan Rasio Elektrifikasi 100% pada tahun 2022.

“Kita sudah rancang, hal tersebut tercantum dalam draft RUPTL 2021-2030, bahwa di tahun 2022 kita upayakan Rasio Elektrifikasi dan Rasio Desa Berlistrik bisa 100%,” tutur Rida.

Pihaknya mencatat, hingga Maret 2021, rasio elektrifikasi telah mencapai 99,28% dan rasio desa berlistrik 99,59%. Hal tersebut berarti masih ada gap sekitar 0,72% rumah tangga dan 0,41% desa di seluruh Indonesia yang belum berlistrik.

“Yang menjadi perhatian kita adalah yang belum berlistrik. Itu yang kemudian kita kejar, baik untuk rasio elektrifikasi maupun rasio desa berlistrik. Kita pastikan agar akses energi bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia di manapun berdomisili,” beber Rida.

Lebih lanjut, Rida menjelaskan, kemajuan upaya melistriki seluruh Indonesia saat ini mengalami perlambatan. Dari akhir tahun 2020 hingga Mei 2021, kenaikan rasio elektrifikasi hanya 0,08%.

Hal tersebut, karena domisili masyarakat yang belum menikmati listrik berada di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T), yang memiliki tantangan dari kondisi geografi dan demografinya.