Tagihan Melonjak, YLKI Minta PLN Pro Aktif Tangani Pengaduan

Jakarta, Ruangenergi.com – Konsumen listrik kembali dikejutkan oleh melonjaknya tagihan listriknya edisi Juni, bahkan lebih dari 200 persen. Hal ini sebenarnya sudah diprediksi oleh managemen PT PLN, bahwa akan ada sekitar 1,9 juta pelanggannya yang akan mengalami tagihan melonjak (billing shock), dari mulai 50-200 persen, bahkan lebih.

PT PLN (Persero) mengklaim terjadinya billing shock ini karena dampak wabah Covid-19, sehingga petugas PLN tidak secara penuh bisa mendatangi rumah konsumen karena PSBB, dan atau rumah konsumen yang “dilockdown”, untuk melakukan input data pemakaian konsumen.

Selain itu, konsumen juga tidak mengirimkan photo posisi akhir stand kWh meternya (via whatsapp). Hal ini yang kemudian membuat managemen PLN menggunakan jurus pamungkasnya yakni menggunakan pemakaian rata-rata tiga bulan terakhir, sehingga ada istilah “kWh tertagih”.

Menanggapi masalah tersebut, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi meminta agar managemen PLN membuka seluas-luasnya keragaman dan kanal pengaduan konsumen yang mengalami billing shock tersebut.

“Saya harap kanal pengaduan dibuka seluas-luasnya, karena kami banyak menerima keluhan dari konsumen yang mengalami kesulitan saat ingin melaporkan kasusnya via call center 123, atau akses lainnya. Ini menunjukkan kanal pengaduan yang ada belum optimal mewadahi keluhan/pengaduan konsumen,” kata Tulus di Jakarta Minggu (07/6).

Menurut dia, masyarakat harus mengerti duduk persoalan dan musabab yang terjadi serta mengetahui apa yang harus dilakukannya. “Untuk itu managemen PLN harus melakukan sosialisasi seluas-luasnya kepada konsumen/pelanggannya, terutama di area yang banyak mengalami masalah serupa, sebagaimana terjadi pada edisi April-Mei,” paparnya.

Ia juga meminta konsumen yang mengalami billing shock untuk segera melaporkan ke call center PT PLN, baik via 123, atau kanal medsos yang dimiliki PT PLN. “Tapi sebelum melaporkan, sebaiknya konsumen melakukan recheck terlebih dahulu terhadap kewajaran pemakaiannya, dengan melihat pemakaian jumlah kWh terakhir dengan jumlah kWh bulan sebelumnya. Sebab selama WfH dan LfH, umumnya pemakaian energi listrik konsumen mengalami kenaikan,” pungkasnya.(SF)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *