Jakarta, ruangenergi.com – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) kembali menegaskan komitmennya dalam mewujudkan kemandirian energi nasional melalui pengembangan EBT, khususnya panas bumi. Langkah ini sejalan dengan program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto kedua yang menekankan pentingnya swasembada energi sebagai bagian dari penguatan sistem pertahanan dan keamanan nasional.
Berdasarkan data Badan Geologi, Indonesia memiliki potensi panas bumi yang sangat besar, yakni mencapai 23,7 GW, yang tersebar di 368 titik pada 30 provinsi. Potensi ini menjadikan panas bumi sebagai tulang punggung (backbone) pengembangan EBT nasional, terutama karena sifatnya yang mampu menyuplai listrik secara kontinu dan berperan sebagai beban dasar (base load) dalam sistem ketenagalistrikan.
Hingga saat ini, Indonesia tercatat sebagai negara dengan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) terbesar kedua di dunia, dengan kapasitas terpasang sekitar 2.680 MW. Pemerintah menargetkan tambahan kapasitas sebesar 3.355 MW hingga tahun 2030 sebagai bagian dari upaya mencapai target bauran EBT sebesar 23%. Ke depan, target ini akan ditingkatkan menjadi 5 GW hingga tahun 2034.
Untuk mencapai target ambisius tersebut, pemerintah menerapkan skema Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE) sebagai salah satu strategi percepatan. Skema ini melibatkan Badan Usaha sebagai pelaksana utama eksplorasi dan didukung oleh insentif fiskal dan non-fiskal.
“Untuk mengejar target kapasitas PLTP pada tahun 2034, penawaran wilayah harus dimulai sejak saat ini. Skema PSPE dipilih guna mengurangi risiko dengan menghadirkan sumber pendanaan, sumber daya manusia dan teknologi pada kegiatan eksplorasi. PSPE membuka ruang kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta untuk memetakan cadangan panas bumi secara lebih akurat, yang pada akhirnya akan menarik investasi lebih besar untuk tahap pengembangan dan pembangunan PLTP,” ungkap Direktur Jenderal EBTKE, Eniya Listiyani Dewi dalam sambutannya pada Market Sounding Wilayah PSPE 2025 pada Selasa (20/5).
Lebih lanjut Eniya menjelaskan bahwa seluruh proses penawaran Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (WPSPE) kini dilakukan secara daring melalui platform GENESIS, demi menjamin transparansi dan akuntabilitas. Dalam Market Sounding kali ini, dibuka data untuk 11 (sebelas) wilayah panas bumi, meski investor juga dipersilakan menyampaikan minat pada wilayah lain di luar yang ditawarkan.
Badan Usaha yang terpilih sebagai Pelaksana PSPE akan menjalani serangkaian kegiatan survei geosains, pembangunan infrastruktur, hingga pengeboran sumur eksplorasi. Jika dinyatakan berhasil, maka mereka berhak menjadi peringkat pertama dalam lelang Wilayah Kerja Panas Bumi dan mendapatkan insentif berupa pembebasan iuran eksplorasi, fasilitas impor, serta hak istimewa lainnya.
“Pengembangan panas bumi bukan hanya soal energi, tetapi juga komitmen jangka panjang terhadap masa depan bangsa dan generasi mendatang. Dengan skema PSPE yang inklusif dan transparan, pemerintah berharap pengembangan PLTP dapat dipercepat, menciptakan lapangan kerja, serta mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional secara berkelanjutan,” pungkasnya.
Penawaran Wilayah PSPE
Pelaksanaan kontes PSPE mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 36 tahun 2017 tentang Tata Cara Penugasan Survei Pendahuluan dan Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi Panas Bumi. Secara keseluruhan, prosesnya akan membutuhkan waktu paling lama sekitar 5 (lima) bulan yang terdiri dari pengumuman penawaran kontes PSPE dan pemasukan dokumen penawaran selama 1 (satu) bulan, evaluasi dari panitia pemilihan, penetapan Calon Pelaksana PSPE dan penempatan escrow account atau stanby letter of credit paling lama 88 hari kerja hingga penetapan Pelaksana PSPE oleh Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM atas nama Menteri ESDM.
Pelaksanaan PSPE ini di lakukan oleh Badan Usaha selama 3 (tiga) tahun dan dapat dilakukan perpanjangan sebanyak 2 (dua) kali dengan masing-masing perpanjangan paling lama dilaksanakan selama 1 (satu) tahun. Sebelum ditetapkan menjadi Pelaksana PSPE, Calon Pelaksana PSPE wajib menempatkan sebagian dari komitmen eksplorasi sebesar 5% dari Komitmen Ekslorasi minimal USD 10 Juta. Komitmen eksplorasi ini sebagai jaminan bagi Pemerintah terhadap pelaksanaan PSPE yang dilakukan oleh perusahaan dalam jangka waktu PSPE. Jaminan ini perlu disetorkan dengan harapan badan usaha dapat lebih serius dalam pelaksanaan kegiatan PSPE di lapangan sehingga dapat mempercepat peneyelesaian kegiatan PSPE.
Dalam hal badan usaha pelaksana PSPE tidak dapat melakukan minimal pengeboran sumur selama jangka waktu PSPE maka sebagian komitmen tersebut akan dipotong menjadi penerimaan negera bukan pajak oleh Pemerintah, namun apabila badan usaha berhasil melaksanakan kegiatan PSPE hingga pengeboran minimal 1 (satu) sumur selama masa PSPE, maka jaminan tersebut akan dikembalikan beserta bunganya kepada badan usaha pelaksana PSPE. Daerah yang ditawarkan melalui kontes PSPE sebagian besar merupakan area terbuka yang wilayahnya telah dilakukan survei awal oleh Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi, Badan Geologi.
Adapun 11 (sebelas) PSPE yang ditawarkan adalah sebagai berikut: Lokop (Aceh), Pincurak (Sumatera Barat), Cubadak (Sumatera Barat), Panti (Sumatera Barat), Papandayan (Jawa Barat), Jenawi (Jawa Tengah), Bittuang (Sulawesi Selatan), Kadidia (Sulawesi Tengah), Adum (NTT), Maranda Kawende (Sulawesi Tengah), dan Srirejo ( Lampung).