Jakarta, ruangenergi.com – Tahun ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memliki target percepatan konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) menjadi pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU). Program dediesilisasi ini rencananya akan menyasar pada 33 PLTD yang berada di Indonesia Timur.
Tutuka Ariadji, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM megatakan, program ini masih berada pada tahap proses lelang. ESDM akan bekerja sama dengan BUMN seperti PLN dan PGN.
“Skalanya cukup besar, sedang dilakukan upaya pelelangan. Mudah-mudahan dalam tahun ini bisa dilakukan oleh BUMN terkait,” tutur Tutuka dikutip dari laman youtube Energy Corner CNBC Indonesia pada Senin (27/02/2023).
Pada program dedieselisasi, pemerintah menargetkan 5.200 unit pembangkit listrik diesel di 2.130 lokasi berkapasitas 2,37 Giga Watt (GW) yang akan dialihkan menjadi tiga model pembangkit.
Di antaranya, konversi pembangkit listrik tenaga diesel ke gas atau gasifikasi dengan kapasitas 598 megawatt (MW), konversi PLTD menjadi PLT EBT berkapasitas 500 MW dan Perluasan jaringan ke sistem terisolasi untuk meniadakan pembangkit listrik tenaga diesel dengan kapasitas 1.070 MW.
Sementara, sisa PLTD berkapasitas 203 MW masih digunakan sebagai sistem black-start saat terjadi pemadaman. “Kami mengakomodasi untuk pelaksanaan secara cepat dan signifikan. Program ini akan mulai dilaksanakan segera mulai tahun ini,” ujar Tutuka.
Implementasi dedieselisasi pembangkit diesel menjadi pembangkit gas ditujukan untuk meningkatkan keberlanjutan pasokan energi pembangkit di tengah pasokan dan harga Solar yang saat ini terus berfluktuasi.
Pembangkit listrik berbahan bakar gas dirasa lebih aman dari aspek keberlanjutan sumber daya meningat telah ditemukannya berbagai sumber cadagangan gas baru. Selain itu, program tersebut juga merupakan upaya pemerintah untuk menjalankan komitmen peta jalan menuju Transisi Energi di tahun 2060.
“Keberlanjutan sumber daya ke depan akan lebih bagus jika pembangkitnya menggunakan gas sebagai bahan bakar. Selain itu, tentunya akan mengurangi jumlah impor diesel,” kata Tutuka.
Sumber: katadata
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor bahan bakar minyak (BBM) sepanjang 2022 mencapai 347.625 barel per hari (bph) dengan nilai mencapai US$ 19,76 miliar atau sekira Rp 299,41 triliun.
Impor BBM terdiri dari bensin atau gasoline 275.214 bph, dan solar atau gasoil 72.411 bph. Secara volume, impor BBM 2022 naik 26% dari tahun sebelumnya sebesar 275.861 bph dengan rincian 226.431 bph bensin dan 49.430 bph solar.
Untuk mengakselerasi program konversi itu, Kementerian ESDM membuka opsi penggunaan dana Just Energy Transition Partnership atau JETP untuk mempercepat program konversi pembangkit listrik diesel menjadi pembangkit listrik gas dan uap.
Program itu dinilai dapat menjadi jalan pintas bagi upaya menurunkan emisi karbon dari sektor pembangkit listrik. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan hal tersebut karena dedieselisasi biayanya lebih murah dibandingkan rencana pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
“Pemerintah ingin mempercepat konversi diesel ke gas, lalu dari gas nanti ke pembangkit EBT. Langkah ini paling cepet sih kalau mau menurunkan emisi,” kata Arifin saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (17/02/2023).
Melalui modal atau pendanaan transisi energi senilai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 310 triliun yang disepakati pada KTT G20 November tahun lalu, pemerintah berencana membikin sejumlah langkah untuk mengurangi emisi gas karbon, terutama dari sektor pembangkit listrik.
Selain digunakan untuk mengakomodir program pensiun dini PLTU, pendaan JETP akan disalurkan untuk membangun infrastruktur pembangkit listrik EBT. “Tidak hanya pensiun dini PLTU, ada juga isu lain. Mudah-mudahan dedieselisasi bisa masuk untuk pendanaannya,” ujar Arifin.
Adapun sumber pendanaan JETP digawangi oleh Amerika Serikat (AS) dan Jepang, beberapa negara G7 plus Denmark, Norwegia, dan Uni Eropa.Dana tersebut akan disalurkan dalam bentuk hibah, pinjaman lunak, dan pinjaman komersial.