Terima Kasih Harita Nickel Atas Investasi Triliunan Rupiah Bangun Smelter RKEF Hingga HPAL di Indonesia

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Pulau Obi, Halmahera Selatan, ruangenergi.com- Langkah besar dari PT Trimegah Bangun Persada Tbk, atau juga dikenal dengan nama Harita Nickel, membangun fasilitas hilirisasi berbasis nikel mulai dari smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) hingga teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) pertama di Indonesia, patut diacungkan dua jempol.

Kepada perusahaan yang kini dipimpin oleh Roy Arman Arfandy sebagai Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada Tbk, Indonesia boleh berterima kasih dan berbangga karena berkat kucuran dana investasi sebesar puluhan triliun membangun RKEF di Pulau Obi, Halmahera Selatan.

Hingga 2024, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (Harita Nickel) telah mengucurkan dana investasi hingga mencapai puluhan triliun.

Pada tahun 2010, perusahaan mulai melakukan kegiatan penambangan nikel di Pulau Obi melalui Izin Usaha Pertambangan oleh PT Trimegah Bangun Persada Tbk dan pada tahun 2020, Pulau Obi menjadi proyek stratyegis nasional sebagai Kawasan Industri Obi.

Pada tahun 2015, perusahaan mulai membangun smelter RKEF pertama yakni MSP, dengan 4 lini produksi, berlanjut pada tahun 2016 perusahaan melakukan produksi perdana feronikel sebagai produk hilir dari nikel saprolit, sebanyak 25.000 ton per tahun, diikuti oleh HJF pada tahun 2022, dengan 8 lini produksi (95.000 ton Ni/tahun).

Smelter ketiga, KPS, dalam tahap pertama konstruksi, dengan 4 lini produksi (60.000 ton Ni/tahun) dan kapasitas penuh 12 lini produksi (185.000 ton Ni/tahun). Pertumbuhan signifikan volume penjualan FeNi disebabkan oleh HJF (kapasitas penuh pada Agustus 2023). Volume penjualan pada 2024 mencapai 126.344 ton Ni FeNi, naik 25% YoY, di atas 5% dari total nameplate capacity.

Sementara lewat teknologi HPAL, Harita mampu memproduksi 55 ribu ton nikel dan 6.750 ton kobalt per tahun dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) sebagai produk antara dari pengolahan nikel limonit, yang merupakan bahan baku baterai kendaraan listrik.

Pada tahun 2024 perusahaan melakukan produksi perdana MHP produksi PT Obi Nickel Cobalt (ONC) sebagai proyek HPAL kedua, dengan 3 lini produksi (65.000 ton Ni/tahun).

Saat ini, total tenaga kerja yang diserap perusahaan mencapai lebih dari 22 ribu orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 85 persen merupakan Warga Negara Indonesia, dan 45 persen berasal dari Maluku Utara. Hal ini mencerminkan keberpihakan perusahaan terutama pada tenaga lokal.

Environment and Business Improvement Manager Harita Nickel Dedy Amrin mengungkapkan bahwa Harita Group memiliki pertambangan dan pemrosesan nikel yang terintegrasi.

Dihadapan jurnalis media massa yang berkutat di sektor energi, Dedy mengatakan, perusahaan juga sudah melakukan produksi untuk tambang baru di PT GTS, selain itu juga perusahana juga memiliki IUP lain PT KTS, PT CKS, dan PT BJM.

Dalam catatan ruangenergi.com, berdasarkan laporan keuangan per 31 Maret 2025, perusahaan yang beroperasi di Halmahera Selatan, Maluku Utara ini membukukan pendapatan Rp 7,13 triliun, laba kotor Rp 2,10 triliun, dan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 1,66 triliun.

Di tengah melemahnya harga nikel dalam dua tahun terakhir, Harita Nickel mengambil langkah efisiensi sebagai strategi utama. Menurut data S&P Global, harga nikel pada 2025 tercatat USD 15.078 per metrik ton — terendah sejak 2020.

Sepanjang 2024, harga rata-rata berada di USD 15.328 per metrik ton atau turun 7,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

“Kondisi industri nikel saat ini membuat pelaku usaha melakukan berbagai upaya untuk mendongkrak efisiensi operasi, tak terkecuali Harita Nickel. Perusahaan terus melanjutkan pengetatan biaya operasional untuk semua bisnis unit dan fokus pada upaya menjaga kesehatan keuangan perusahaan secara jangka panjang,” ujar Direktur Keuangan Harita Nickel, Suparsin D. Liwan, melalui keterangan pers, Rabu (30/4/2025).