Ternyata Ada Manfaat Tersembunyi dari Panas Bumi, Apa Saja?

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruangenergi.com – Geothermal sebagai energi untuk membangkitkan listrik ternyata sudah dipakai sejak seratus tahun lalu. Saat ini sebanyak 29 negara telah memanfaatkan geothermal untuk menghasilkan listrik, sementara lima negara lain sedang mengembangkannya.

Namun, menurut Manager Government & Public Relation Pertamina Geothermal Energy, Sentot Yulianugroho, geothermal juga memiliki berbagai manfaat lain yang tersembunyi.

“Selain untuk menghasilkan listrik, geothermal juga bisa mengurangi emisi dan mengoptimalkan sumber daya energi natural domestik. Geothermal juga ikut berkontribusi dalam pembangunan daerah,” kata Sentot dalam pesan tertulisnya yang diterima, Kamis (5/8/2021).

Dijelaskan, keberadaan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) berperan mengurangi emisi gas buang karbon dioksida (CO2). Berdasarkan perhitungan versi Carbon Neutral Calculator, pengurangan gas rumah kaca bahkan telah mencapai 14,91 juta ton CO2 per tahun.

“Jumlah itu didapatkan berdasarkan kapasitas PLTP di Indonesia sebesar 2.130,6 Megawatt. PGE yang sudah mengoperasikan pembangkit listrik geothermal sejak hampir lima dekade lalu sudah turut mengurangi berjuta-juta ton gas CO2,” tutur Sentot.

Saat ini saja, lanjut dia, dengan kapasitas 672 MW, PGE sebagai bagian dari Sub Holding Pertamina PNRE telah berpartisipasi mengurangi 3,6 juta ton CO2 per tahun. Menurut Sentot, partisipasi pengurangan CO2, sebagaimana khazanah penyelamatan lingkungan global.

“Dunia memang berkomitmen untuk mengurangi gas rumah kaca, terutama CO2, yang sangat berpengaruh terhadap perubahan komposisi atmosfer dan perubahan iklim global,” ujarnya.

Hingga saat ini, kata dia, PGE setidaknya mengelola tujuh proyek dalam kerangka Clean Development Mechanism (CDM), enam di antaranya terdaftar di UNFCC (United Nations Framework Convention on Climate Change).

“Terkait dengan optimasi sumber daya domestik, keberadaan PGE dari sisi ekonomi makro telah berkontribusi terhadap penghematan devisa. Sejak tahun 1997, Indonesia harus mengimpor minyak karena produksi dalam negeri tak sanggup memenuhi konsumsi yang terus meningkat. Beroperasinya PLTP secara tidak langsung berkontribusi terhadap penghematan cadangan devisa migas,” paparnya.

Sentot menjelaskan, dengan kapasitas nasional PLTP Indonesia sebesar 2.130,6 Megawatt, berarti setara dengan 100,778 Barrel Oil Equivalent Per Day (BOEPD) yang jika digenapkan satu tahun menjadi 36,78 juta Barrel Oil Equivalent.

“Jika diasumsikan harga satu barel minyak US$ 50, devisa yang bisa dihemat selama setahun dari keberadaan PLTP sebesar US$ 1,84 miliar. Dengan perhitungan yang sama, PGE dengan 672 MW nya memberikan kontribusi penghematan devisa US$ 580 juta per tahun,” jelas Sentot.

Kontribusi untuk Pajak dan PNBP

Menurut dia, keberadaan geothermal juga berkontribusi terhadap pajak dan PNBP (pendapatan negara bukan pajak). PGE berkontribusi memberikan 34% dari pendapatan bersihnya (Nett Operating Income) setiap tahun kepada negara. Pemasukan untuk di antaranya, PPh karyawan, bea masuk dan pungutan lain atas cukai dan impor, serta pajak daerah dan retribusi daerah.

“Untuk PNBP, diperoleh dari all inclusive yang dipatok 34 persen, dan khusus untuk daerah penghasil, PGE dan pengembang panas bumi yang sudah berproduksi juga membagikan bonus produksi sebesar 1(satu) persen dari penjualan uap atau 0,5 persen penjualan listrik, yang disetor langsung ke kas daerah,” tukasnya.

Kehadiran PLTP, lanjut Sentot, juga mendorong pertumbuhan ekonomi lokal lewat partisipasinya dalam pembangunan daerah. Kontribusi paling utama adalah pembangunan infrastruktur.

Dengan lokasi yang selalu berada di remote area, perusahaan harus membangun infrastruktur jalan untuk memperlancar transportasi logistik.

“Jalan yang tadinya hanya berupa tanah atau hanya jalan setapak, diperlebar dan diaspal. Bahkan jika tanahnya labil, dilakukan pembetonan,” ujarnya.

Ia mencontohkan, masyarakat Desa Ngarip di kawasan lapangan geothermal Ulubelu, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung, merasakan betul infrastruktur jalan yang dibangun PGE.

“Dulu jika hujan lebat, masyarakat bisa memakan waktu sehari semalam bermobil untuk sampai ke Kota Pringsewu yang berjarak 55 kilometer. Sekarang cukup kurang dari dua jam dalam cuaca apa pun,” kata Sentot.

“Dampaknya, ekonomi Desa Ngarip dan desa-desa yang dilintasi jalan beraspal tersebut ikut berkembang. Kehidupan sosial dan kesejahteraan masyarakat meningkat signifikan,” tambah Sentot.

Ia mengakui, Indonesia masih relatif muda dalam pengembangan geothermal dibandingkan negara seperti Amerika, Italia, Selandia Baru, Jepang, Islandia. Namun, pengembangan sumber energi yang ramah lingkungan itu masih sangat terbuka lebar.

PGE pun berkomitmen meningkatkan inovasi bisnis yang bermanfaat tidak hanya untuk kinerja perusahaan, tapi juga keberlangsungan lingkungan untuk masa depan.

“Upaya ini menjadi misi PGE untuk menjadikan panas bumi sebagai beyond energy,” pungkasnya.(SF)