Jakarta, Ruangenergi.com – Pemerintah terus berupaya meningkatkan bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% hingga 2025, dengan menggandeng PT PLN (Persero) dan bersinergi dengan Pemerintah Daerah untuk mendukung target tersebut.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, FX Sutijastoto, mengatakan, pihaknya tetap komit dalam mencapai target, melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
“Kita tetap komit untuk mencapai target itu dengan berbagai upaya. Kita sinergikan dengan PLN, dan dengan pengembangan ekonomi wilayah, terutama di daerah pulau-pulau kaya resources, ini akan kita sinergikan apakah dengan PLTS, PLT Biomassa, dan lainnya,” katanya beberapa waktu lalu, saat menyambangi Komisi VII DPR.
Tak hanya itu, lanjut, Sutijastoto, PLN juga sudah menyambut baik hal tersebut dan masuk kedalam greenbooster nya PLN. “Kita dorong dan kita tetap komit, pada target kita (EBTv23% di 2025),” tuturnya.
“Selain itu, kita juga mendorong melalui co-firing PLTU Batubara. Pasalnya, batubara bisa sampai 5% average, dan itu bisa digantikan dengan Biomassa,” sambungnya.
Dikatakan olehnya, Kementerian ESDM sudah melakukan pengujian di beberapa pembangkit listrik tenaga batubara (PLTU) baik di PJB dan Indonesia Power, ini akan dorong, sehingga target paling tidak bisa 5% dari PLTU.
“Kalau dihitung kontribusi dari EBT bisa 3%, lumayan juga, apalagi ternyata masih banyak PLTU yang bisa lebih dari 5%, dan ini kita dorong. Lalu, ini juga bisa menggerakkan biomassa-biomassa keekonomian dari daerah-daerah,” imbuhnya.
Sementara, terkait, progress Peraturan Presiden mengenai Energi Baru dan Terbarukan, terkait feed in tariff posisi terakhir, sesuai kebijakan dari Menteri ESDM, ini untuk mendorong pengusaha-pengusaha lokal terutama di daerah.
“PLT EBT di bawah 5 MW itu feed in tariff dengan tarif yang cukup menarik, pembahasan Perpres nya saat ini sudah di harmonisasi di Kemkumham, semoga dapat segera diselesaikan,” paparnya.
Untuk pemboran eksplorasi panas bumi, kata Sutijastoto, ini sebagai bentuk insentif Pemerintah untuk risiko eksplorasi, sehingga biaya listrik dari panas bumi turun listrik lebih afordable (terjangkau). Karena memang, pemerintah menyadari bahwa EBT ini belum mencapai skala keekonomian, makanya harganya itu relatif tinggi.
“Oleh karena itu, Pemerintah menyiapkan insentif-insentif termasuk juga nanti insentif bagi PLN agar supaya bisa menerima EBT. Ini bagian insentif berbeda dengan cost recovery,” jelasnya.
Terkait pembangunan PLTS Rooftop, Sutijastoto mengatakan, pada dasarnya untuk membantu fasilitas sosial, pondok pesantren, rumah ibadah, dan lain-lain.
Selain itu juga untuk membantu terutama di daerah-daerah yang belum berlistrik dan membantu mengurangi biaya listrik PLN.
“Nanti juga diusulkan dari pimpinan daerah, berkoordinasi dan atas rekomendasi dari Komisi VII DPR RI, daerah atau wilayah yang membutuhkan PLTS Rooftop untuk segera kita pasang,” bebernya.
Sementara, untuk Tabung Listrik (Talis), kata Sutijastoto, diperuntukkan untuk wilayah pedalaman seperti di Papua, dan kebijakannya itu dari Dirjen Listrik.
“Akan tetapi kami siap untuk menerapkan dan untuk prioritas akan dikoordinasikan dengan Dirjen Gatrik,” ungkapnya.
Pasalnya, sebuah tabung listrik memiliki berbobot sekitar 5 kilogram, dan dapat menampung daya listrik sebesar 300 watt hour (Wh) hingga 1.000 Wh.
Sehingga Penggunaannya pun cukup mudah, pemilik hanya tinggal memilih sistem AC atau DC dan tinggal menghubungkannya dengan kabel lampu.
“Selain itu, kita akan koordinasikan dengan PLN untuk Stasiun Pengisian Listriknya,” jelasnya.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana, menambahkan, menyangkut Talis untuk diwilayah pedalaman seperti di Papua.
“Prinsip kita berdasarkan data, dan kita sudah mendata by name, by address, dan kita lakukan verifikasi. Intinya kita semua siap untuk melayani, toh, itu sodara-sodara kami sendiri, jadi kami siap,” katanya.
Kemudian, untuk mengetahui definisi rasio elektrifikasi payung hukumnya itu ada di Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2014 mengenai Kebijakan Energi Nasional.
Sebagai mana diketahui, jumlah rumah tangga berlistrik di bagi dengan jumlah rumah tangga keseluruhan (data dari BPS/Badan Pusat Statistik).
“Terakhir, kita punya target bagaimana melistriki penjuru Tanah Air, itu dimulai dari pembangkitan sampai dengan pembangunan transmisi sampai program-program Lisdes (Listrik Desa) yang sebelumnya di danai oleh APBN, dan sekarang beralih menjadi PMN (Penanaman Modal Negara) yang diserahkan ke PLN,” imbuh Rida.
“Semuanya itu kita pantau, dan mudah-mudahan apa yang ingin kita inginkan yaitu melistriki seluruh penjuru Indonesia dan meningkatkan konsumsi per kapitanya itu bisa kita capai sesuai dengan yang kita inginkan bersama,” tandas.