Jakarta, Ruangenergi.com – Pemerintah terus menyiapkan berbagai pendukung untuk meningkatkan daya tarik investasi di sektor Energi Baru Terbarukan (EBT).
Pasalnya, sumber EBT yang melimpah di Indonesia belum sepenuhnya dimanfaatkan, terlebih lagi cadangan yang dimiliki sebesar 417,8 Giga Watt (GW) dan sekitar 5% baru yang termanfaatkan.
Untuk itu, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyiapkan langkah agar investasi EBT lebih menarik salah satunya dengan meningkatkan penggunaannya.
“Pemerintah sedang menyiapkan berbagai perangkat pendukung, khususnya Rancangan Peraturan Presiden untuk menambah daya tarik investasi bagi energi terbarukan. Selain itu program-progam pengembangan EBTKE juga disiapkan,” terang Menteri ESDM, Arifin Tasrif, belum lama ini (26/11).
Ia mengungkapkan, program pertama yakni penciptaan pasar baru untuk energi terbarukan melalui program Renewable Energi Based Industri Development (REBID) dan Renewable Energy Based on Economic Development (REBED).
“Kemudian, mendorong peningkatan kapasitas pembangkit listrik EBT dengan memastikan komitmen pihak terkait dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) EBT sesuai RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik). Selanjutnya, pengembangan PLT Surya dan PLT Bayu skala besar untuk menciptakan pasar yang menarik bagi investor dan mengembangkan industri lokal,” tutur Arifin.
Ia menambahkan, upaya selanjutnya yang dilakukan pemerintah yaitu memaksimalkan penerapan Bioenergi, melalui percepatan pembangunan (pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) PLT Sampah di 12 Kota, PLT Uap biomasa co-firing, program B30, serta program pembangunan green refinery.
“Pengembangan panas bumi berbasis wilayah melalui program Flores Geothermal Island, yaitu pemenuhan beban dasar listrik di Pulau Flores dari panas bumi dan optimalisasi pemanfaatan langsung dari panas bumi. Juga peningkatan kualitas data dan informasi panas bumi melalui program eksplorasi panas bumi oleh Pemerintah, untuk mengurangi risiko eksplorasi yang dihadapi pengembang,” tambahnya.
Selain itu, Pemerintah juga mendorong pemanfaatan EBT dengan pengembangan kluster ekonomi seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri dan Kawasan Wisata Unggulan, serta melakukan modernisasi infrastruktur ketenagalistrikan melalui smart grid.
“Kami juga mengusahakan fasilitas pendanaan berbiaya rendah untuk investasi Energi Terbarukan. Terakhir, memanfaatkan waduk untuk PLTS terapung sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 6 Tahun 2020,” terang Arifin.
Jamin Ketersediaan Energi
Dikatakan olehnya, permintaan energi saat ini terus meningkat, seiring dengan kemajuan teknologi, gaya hidup dan pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, Pemerintah menjamin ketersediaan energi dalam jumlah cukup, merata, terjangkau, yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga tercapai energi yang berkeadilan.
Ia mengaku, saat ini pemanfaatan energi di Indonesia masih mengandalkan energi fosil, baik yang disubsidi maupun yang berasal dari impor. Sementara potensi EBT yang melimpah belum terserap dengan maksimal.
“Kita masih mengandalkan energi fosil, yang sebagian di antaranya disubsidi dan berasal dari impor. Ketergantungan kepada energi impor menjadi salah satu tantangan berat Pemerintah dalam menjaga ketahanan energi nasional. Di sisi lain, kita dikaruniai sumber EBT yang melimpah, dengan total potensi mencapai lebih dari 417,8 GW, namun baru dimanfaatkan sebesar 10,4 GW atau sekitar 2,5 persen,” katanya.
Menurutnya, ketersediaan energi yang cukup, kualitas yang baik, harga terjangkau dan ramah lingkungan dalam kurun waktu 2020-2040, membuat Pemerintah menyusun Grand Strategi Energi Nasional.
“Strategi yang dikembangkan, antara lain meningkatkan lifting minyak, mendorong pengembangan kendaraan listrik, pengembangan dan pembangunan kilang, serta pengembangan EBT untuk mengurangi impor minyak. Sedangkan untuk mengurangi impor LPG melalui strategi penggunaan kompor listrik, pembangunan jaringan gas kota, dan pemanfaatan Dimethyl Ether (DME),” beber Arifin.
Ia menjelaskan, Pelaksanaan Grand Strategi Energi Nasional sangat mempertimbangkan kondisi pengembangan energi nasional saat ini. Memperhatikan sumber EBT yang tersedia dan menyesuaikan dengan tren ekonomi EBT.
Ia mengemukakan, Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement, yang menargetkan penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Penurunan GRK ditargetkan sebesar 29% yang dilakukan dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan Bantuan Internasional.
“Sektor energi diharapkan menurunkan emisi sebesar 314-398 juta ton CO2,” tutur Arifin lagi.
Sejumlah regulasi di bidang energi juga telah diterbitkan Pemerintah untuk mendukung penyediaan energi, khususnya yang rendah emisi. Regulasi tersebut antara lain Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
“Sesuai dengan RUEN, pada tahun 2025 peran EBT dalam bauran energi nasional ditargetkan mencapai 23% dan diharapkan terus meningkat menjadi 31% pada tahun 2050,” tandasnya.